makalah thypoid

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demam thypoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemis di Asia, Afrika, Amerika latin, Karibia, Oceania dan jarang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa.
Demam thypoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah,cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Penyebabnya adalah kuman sallmonela thypi atau sallmonela paratypi A, B dan C.
Penyakit typhus abdominallis sangat cepat penularanya yaitu melalui kontak dengan seseorang yang menderita penyakit typhus, kurangnya kebersihan pada minuman dan makanan, susu dan tempat susu yang kurang kebersihannya menjadi tempat untuk pembiakan bakteri salmonella, pembuangan kotoran yang tak memenuhi syarat dan kondisi saniter yang tidak sehat menjadi faktor terbesar dalam penyebaran penyakit typhus.
Dalam masyarakat, penyakit ini dikenal dengan nama thypus, tetapi didalam dunia kedokteran disebut dengan Typoid fever atau thypus abdominalis, karena pada umumnya kuman menyerang usus, maka usus bisa jadi luka dan menyebabkan pendarahan serta bisa mengakibatkan kebocoran usus.

2.      Rumusan Masalah
1.      Bagaiamana Konsep Teori Penyakit Thypoid ?
2.      Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Pasien Thypoid ?

3.      Tujuan
1.    Tujuan umum :
Mahasiswa dapat mengetahui dan mencegah terjadinya Demam Thypoid serta mengimplementasikan asuhan keperawatan demam thypoid di lapangan.
2.    Tujuan khusus :
Mengetahui konsep medik dan  asuhan keperawatan pada penyakit Demam Thypoid

4.      Manfaat Penulisan
1.      Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa mengenai Konsep Teoritis Penyakit Thypoid.
2.      Diharapkan mahasiswa mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan Penaykit Thypoid.




BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Teoritis Penyakit Thypoid
1. Anatomi dan Fisiologi Usus Halus
            Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus usus dua belas jari (duedenum), usus kosong (jejenum), dan usus penyerapan (ileum). Pada usus dua belas jari terdapat muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
            Usus halus merupakan saluran berkelok-kelok yang panjangnya sekitar 6-8 meter, lebar 25 mm dengan banyak lipatan yang disebut vili atau jenjot-jenjot. Vili ini berfungsi memperluas permukaan usus halus yang berpengaruh terhadap penyerapan makanan.
            Kimus yang berasal dari lambung mengandung molekul-molekul pati yang telah dicernakan di mulut dan lambung, molekul-molekul protein yang telah dicernakan di mulut dan lambung, molekul- molekul lemak yang belum dicernakan serta zat-zat lain. Selama di usus halus, semua molekul pati dicernakan lebih sempurna menjadi molekul-molekul glukosa.
            Sementara itu molekul-molekul protein dicerna menjadi molekul-molekul asam amino, dan semua molekul lemak dicerna menjadi gliserol dan asam lemak. Pencernaan makanan yang terjadi di usus halus lebih banyak bersifat kimiawi. Berbagai macam enzim diperlukan untuk membantu proses pencernaan kimiawi ini. Hati, pankreas, dan kelenjar-kelenjar yang terdapat di dalam dinding usus halus mampu menghasilkan getah pencernaan. Getah ini bercampur dengan kimus di dalam usus halus. Getah pencernaan yang berperan di usus halus ini berupa cairan empedu, getah pankreas, dan getah usus.
a.       Cairan empedu
Cairan empedu berwarna kuning kehijauan, 86% berupa air, dan tidak mengandung enzim. Akan tetapi, mengandung mucin dan garam empedu yang berperan dalam pencernaan makanan.
Empedu mengalir dari hati melalui saluran empedu dan masik ke usus halus. Dalam proses pencernaan ini, empedu berperan dalam proses pencernaan lemak, yaitu sebelum lemak di cernakan, lemak harus bereaksi dengan empedu terlebih dahulu. Selain itu, cairan empedu berfungsi menetralkan asam klorida dalam kimus, menghentikan aktivitas pepsin pada protein,dan merangsang gerak peristaltik usus.
b.      Getah pankreas
Getah pankreas dihasilkan di dalam organ pankreas. Pankreas ini berperan sebagai kelenjar eksokrin yang menghasilkan getah pankreas ke dalam saluran pencernaan dan sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon insulin. Hormon ini dikeluarkan oleh sel-sel berbentuk pulau-pulau yang disebut pulau langerhans. Insulin ini berfungsi menjaga gula darah agar tetap normal dan menjaga gula darah agar tetap normal dan mencegah diabetes militus. Getah pankreas ini dari pankreas mengalir melalui saluran pankreas masuk ke usus halus. Dalam pankreas terdapat tida macam enzim, yaitu lipase yang membantu dalam pemecahan lemak, teipsin membantu dalam pemecahan protein, dan amilase membantu dalam pemecahan pati.
c.       Getah usus
Pada dinding usus halus banyak terdapat kelenjar yang mampu menghasilkan getah usus. Getah usus mengandung enzim-enzim sebagai berikut.
1.      Sukrase, berfungsi membantu mempercepat proses pemecahan sukrosa menjadi galaktosa dan fruktosa.
2.      Maltase, berfungsi membantu mempercepat proses penecahan maltosa menjadi dua molekul glukosa.
3.      Laktase, berfungsi membantu mempercepat proses pemecahan laktosa menjadi glukosa dan galaktosa.
4.      Enzim peptidase, berfungsi membantu mempercepat proses pemecahan peptida menjadi asam amino.
Monosakarida, asam amino,asam lemak, dan gliserol hasil pencernaan terakhir di usus halus mulai diabsorbsi atau diserap melalui dinding usus halus terutama di bagian jejenum dan ileum. Selain itu vitamin dan mineral juga diserap. Vitamin-vitamin yang larut dalam lemak, penyerapannya bersama dengan pelarutnya, sedangkan vitamin yang larut dalam air penyerapannya dilakukan oleh jonjot usus.
2. Definisi
            Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi (Arif Mansjoer,2003), selanjutnya menurut Arif Mansjoer (2003) Typus Abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna, dan gangguan kesadaran. Penyakit ini lebih banyak menyerang pada anak usia 12-13 tahun (70-80%), namun juga banyak di jumpai pada usia 30- 40 tahun (10-20%) dan di atas usia 12 atau 13 tahun,yakni sebanyak 5-10%.
Muhammad Ardiansyah (2012) Thypus Abdominalis adalah penyakit infeksi bakteri pada usus halus menimbulkan gejala-gejala klinis yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi atau Salmonella Paratyphi A, B, C, menurut Noer Saifoellah (2001) Thypus Abdominalis adalah penyakit infeksi usus halus yang biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi klinis yang sama atau menyebabkan enteritis akut.
            Demam thypoid ( thypus abdominalis, enteric fever) adalah infeksi pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan kuman Salmonella enterika, khususnya varian-varian turunannya, yaitu Salmonella typhi, Paratyphi A, Paratyphi B, dan Paratyphi C. Kuman-kuman tersebut menyerang saluran pencernaan, terutama di perut dan usus. Typhus abdominalis sendiri merupakan penyakit infeksi akut yang selalu ditemukan di masyarakat (endemik) Indonesia. Penderitanya juga beragam, mulai dari usia balita, anak-anak,dan dewasa (Suratum dan Lusianah,2010).
3. Etiologi
            Etiologi Typus Abdominalis adalah Salmonella Typhi, Salmonella Paratyphi A, Salmonella Paratyphi B, Samonella Paratyphi C ( Arief Mansjoer,2003). Wujudnya berupa basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora. Kuman ini dapat hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah  sedikit dan pH pertumbuhan 6-8 serta mati pada suhu 700 C maupun oleh antiseptik. Sampai saat ini diketahui bahwa kuman ini hanya menyerang manusia. Salmonella Typhi mempunyai 3 macam antigen yaitu :
a.       Antigen O = Ohno Hauch = Somatik antigen ( tidak menyebar)
b.      Antigen H = Hauch (menyebar),terdapat pada flagella dan bersifat termolabil.
c.       Antigen V1 = Kapsul : merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis.
4. Patofisiologi
            Kuman Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut bersamaan dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh kuman, sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plak penyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertrofi. Bila terjadi komplikasi perdarahan dab perforasi intestinal, kuman menembus lamina probia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesenterial dan masuk aliran darah melalui duktus torasikus. Salmonella typhi lain dapat mencapai hti melalui sirkulasi portal dari usus. Salmonella typhi bersarang di plak penyeri, limfa, hati, dan bagian- bagian lain sistem retikuloendotelial. Endotoksin salmonella typhi berperan dalam proses inflamasi lokal pada jaringan tempat kuman tersebut berkembangbiak. Salmonella typhi dan endotoksinya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen dan leukosit pada jaringan yang meradang, sehingga terjadi demam (Arief Mansjoer,2003).
5. Manifestasi Klinis
            Menurut Arif Mansjoer (2003), masa inkubasi rata-rata 2 minggu, gejala yang timbul tiba-tiba atau berangsur-angsur. Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore dan malam hari (bersifat fenris remitont). Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anoreksia,nyeri kepala,rasa tidak enak diperut, nyeri otot, mual, batuk, epitaksis, obstipasi/diare. Pada minggu ke II gejala sudah jelas dapat berupa demam, brakikardi, lidah yang khas (ptih, kotor, pinngirnya hiperemi),hepatomegali,meteorismus dan penurunan kesadaran dari ringan sampai berat, umumnya apatis (seolah-olah berkabut,Typhos = kabut).
6. Pemeriksaan Diagnostik
            Biakan darah positif memastikan demam Typhoid, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan demam Typhoid. Biakan tinja positif menyokong diagnosis klinis demam Typhoid. Peningkatan titer uji widal tes 4 kali lipat selama 2-3 minggu memastikan diagnosis demam Typhoid. Reaksi widal tes tunggal dengan titer antibodi O 1/320 atau titer antibodi H 1/640 menyokong diagnosis demam Thypoid pada pasien dengan gambaran klinis yang khas. Pada beberapa pasien, uji widal tes tetap negatif pada pemeriksaan ulang walaupun biakan darag positif (Arif Mansjoer, 2003).
1.      Uji widal
Uji widal adalah ssuatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella typhi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diatasi di laboratirium. Tujuan dari uji widal ini adalah tidak menentukan adanay aglutinin  dalam serum klien yang di sangka menderita typhoid akibat infeksi dan salmonella typhi, klien membuat antibody atau aglutinin yaitu :
a.       Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari tubuh kuman).
b.      Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
c.       Aglutinin V1, ynag dibuat karena rangsangan antigen V1 (berasal dari simpanan kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya O maupun H sebesar 1a/50 pada akhir minggu I sudah mencurigakan, titer O 1/100 sudah sangat mencurigakan.
7. Penatalaksanaan
            Penatalaksanaan penyakit typhoid sampai saat ini dibagi menjadi tiga bagian (Bambang Setiyohadi,Aru W.Sudoyo, Idrus Alwi, 2006), yaitu :
1.      Istirahat dan Perawatan
Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah baring  dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makanan, minuman, mandi, buang air kecil dan buang air besar akan membantu mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. Psisi pasien perlu diawasi untuk mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik serta hygiene perorangan tetap, perlu diperhatikan dan dijaga.
2.      Diet
Diet yang sesuai seperti jenis makanan padat, lunak dan cair, cukup kalori dan tinggi protein seperti rendah serat banyak mengkonsumsi vitamin C dan B kompleks. Pada penderita yang akut diberi bubur saring setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.


3.      Pemberian Antibiotik
a.       Klorampenikol
b.      Tiampenikol
c.       Kotrimoksazol
d.      Amoxcilin dan Ampisilin
e.       Sefalosporin generasi ketiga
8. Kompliksi
            Menurut (Arief Mansjoer, 2003),komplikasi demam Typhoid dapat dibagi dalam 2 bagian yaitu :
a.       Komplikasi Intestinal
1)      Perdarahan usus
2)      Perforasi usus
3)      Ilius paralitik
b.      Komplikasi ekstraintestinal
1)      Komplikasi kardiovaskular : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan, sepsis),miokarditis, trombosis, dan tromboflebitis.
2)      Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, atau koagulasi intra vaskular diseminata dan sindrom uremia hemolitik.
3)      Komplikasi paru : Pneumoni, Emfisema, dan Pleuritis.
4)      Komplikasi hepar dan kandung kemih :  Hepatitis  dan Kolelitiasis.
5)      Komplikasi ginjal : Glumerulonefritis, Pielonefritis dan Perinefritis.
6)      Komplikasi tulang : Osteomielitis, Periostitis, Spondilitis, dan  Arthritis.
7)      Komlikasi neuropsikiatrik : Delirium, Meningitis, Meningismus, Polyneuritis Perifer, Sindrom Gullain Barre, Psikosis,dan sindrom Katatonia.

B. Asuhan Keperawatan Pada Penderita Typhoid
            Berdasarkan tanda gejala penyakit Typhoid, maka asuhan keperawatan yang prioritas ditegakkan adalah menurut Suriadi (2001), berisikan tentang pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, perencanaan pemulangan yaitu :
1.       Pengkajian
Riwayat Keperawatan
Kaji gejala dan meningkatnya suhu tubuh, terutama pada malam hari, nyeri kepala, lidah kotor, tidak ada nafsu makan, epitaksis, penurunan kesadaran.
a)      Data biografi : nama, alamat, umur, status perkawinan, tanggal MRS, dignosa medis, catatan kedatangan, keluarga yang dapat dihubungi.
b)      Riwayat kesehatan sekarang
Mengapa pasien masuk ke Rumah Sakit dan apa keluhan utama pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
c)      Riwayat kesehatan dahulu
Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.
d)     Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien.
e)      Riwayat psikososial
Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien.
Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
f)       Pola fungsi kesehatan
1)      Pola nutrisi dan metabolisme :
Biasanya nafsu makan klien perkurang karena terjadi gangguan pada usus halus.
2)      Pola istirahat dan tidur
Selama sakit pasien merasa tidak bisa istirahat karena pasien merasakan sakit pada perutnya, mual, muntah, kadang diare.


g)      Pemeriksaan fisik
1.)    Kesadaran dan keadaan umum pasien
Kesadaran pasien perlu dikaji dari sadar-tidak sadar (composmentis-coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien.
2.)    Tanda – tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala-kaki
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien/kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Di samping itu juga penimbangan BB untuk mengetahui adanya penimbangan BB untuk mengetahui adanya penurunan BB karena peningkatan gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan nutrisi yang di butuhkan.
2.      Diagnosa Keperawatan
a.       Hipertermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, proses infeksi.
b.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak nafsu makan, mual, dan kembung
c.       Reseko kurangnya volume cairan berhubungan dengaan kurangnya intake cairan, dan peningkatan suhu tubuh
d.      Perubahan pessepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran.
e.       Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan istirahat total.
3.      Perencanaan keperawatan
a.       Hipertermi berhubungan dengan efek langsung dari siskulasi endotoksin pada hipotalamus.
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam diharapkan suhu dalam batas normal
Kriteria hasil :
1)      Suhu tubuh normal : 36,5 – 37,5
2)      Badan terasa hangat
3)      Pasien nampak rileks
                        Intervensi :
1)      Pantau suhu klien
R: suhu 380C – 410C
2)      Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen pada tempat tidur sesuai kebutuhan.
R : Suhu ruangan atau jumlah selimut harus dirubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
3)      Berikan kompres mandi hangat
R : Dapat membantu mengurangi demam.
4)      Kolaborasi pemberian anti piretik
R : Untuk menurunkan demam.
b.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbsi nutrien.
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam  diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil :
1)      Tidak ada mual dan muntah
2)      Porsi makan dihabiskan 1 porsi
3)      Turgor kulit baik
4)      Pasien nampak bertenaga
5)      BB meningkat
Intervensi :
1)      Dorong tirah baring
R:menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan simpanan energi
2)      Anjurkan istirahat sebelum makan
R: menennangkan peristaltik dan meningkatkan energi untuk makan.
3)      Berikan kebersihan oral
R: mulut yang bersih dapat menambahkan selera makan
4)      Sediakan makanan dan fentilasi yang baik
R: lingkungan yang menyenangkan menurunkan stress dan lebih kondusif untuk makan
5)      Jelaskan pentinnya nutrisi yang ade kuat
R: nutrisi yang ade kuat akan membantu proses penyembuhan
6)      Kolaborasi pemberian nutrisi, terapi iv sesuai indikasi
R: progam ini mengistirahatkan saluran gastrointestina semetara memberikan nutrisi penting     .
c.       Resiko tinggi kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder terhadap diare.
Kriteria hasil:
1)      Membran mukosa lembab
2)      Turgor kulit baik
3)      Pengisian kapiler baik
4)      Tanda vital stabil
5)      Keseimbangan masukan dan keluaran urine normal.
Intervensi:
1)      Awasi masukan dan keluaran perkiraan kehilangan cairan yang tidak terlihat.
R : Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan dan kontrol penyakit usus juga merupakan pedoman untuk penggantian cairan.
2)      Obserfasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa, turgol kulit dan pengisian kapiler
R : Menunjukan kehilangan cairan berlebihan atau dehidrasi
3)      Kaji tanda vital
R : Demam menunjukan respon terhadap efek kehilangan cairan
4)      Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring
R : Colon di istirahatkan untuk penyembuhan dan untuk penurunan kehilangan cairan usus
5)      Kolaborasi untuk pemberian cairan parental
R : Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan penggantian cairan untuk mempertahankan kehilangan
d.      Intoleransi aktifitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap infeksi akut.
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan terjadi toleransi aktifitas
Kriteria hasil:
1)      Pasien mampu melakukan kegiatan mandiri seperti makan, kekamar mandi.
2)      Pasien nampak rileks


Intervensi :
1)      Tingkatkan tirah baring dan berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung.
R : menyediakan energi yang digunakan untuk aktifitas
2)      Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik.
R : meningkatkan fungsi pernapasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan.
3)      Tingkat kan aktifitas sesuai toleransi.
R : tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan karena keterbatasan aktifitas yanga menggangu periode istirahat.
4)      Berikan aktifitas hiburan yang tepat seperti nonton TV, dengan radio dan lain- lain
R : meningkatkan relaksasi dan menghemat energi.
4.      Implementasi 
Pelaksanaan tindakan atau implementasi adalah pemberian tindakan keperawatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan rencan tindakan yang telah disusun setiap tindakan keperawatan yang dilakukan dan dicatat dalam pencatatan keperawatan agar tindakan keperawatan terhadap klien berlanjut. Prinsip dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu cara pendekatan kepada klien efektif, teknik komunikasi terapi serta penjelasan untuk setiap tindakan yang diberikan kepada klien.
Dalam melakukan tindakan keperawatan menggunakan tiga tahap yaitu independen, dependen, interdependen. Tindakan keperawatan secara independen adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dokter atau tenaga kesehatan lainnya, dependen adalah tindakan yang sehubungan dengan tindakan pelaksanaan rencana tindakan medis dan interdependen adalah tindakan keperawatan yang menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukan suatu kerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya tenaga sosial, ahli gizi dan dokter, keterampilan yang harus perawat punya dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu kongnitif dan sifat psikomotor.
5.      Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai kemungkinan terjadi pada tahap evaluasi adalah masalah dapat diatasi, masalah teratasi sebagian, masalah belum teratasi atau timbul masalah yang baru. Evaluasi dilakukan yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil.
Evaluasi proses adalah yang dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap tindakan. Sedangkan, evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilakukan pada akhir tindakan keperawatan secara keseluruhan sesuai dengan waktu yang ada pada tujuan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Demam thypoid ( thypus abdominalis, enteric fever) adalah infeksi pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan kuman Salmonella enterika, khususnya varian-varian turunannya, yaitu Salmonella typhi, Paratyphi A, Paratyphi B, dan Paratyphi C. Kuman-kuman tersebut menyerang saluran pencernaan, terutama di perut dan usus.
 Tanda dan gejalah :Minggu I Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut. Dan pada Minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.

B. Saran

Dalam penyusun makalah ini sangat jauh dari penyempurnaan maka saran,kritikal,idea dari mahasiswa atau mahasiswi yang bersifat menambah dan membangun maka penulis sangat mengharapkan demi penyempurnaan makalah ini.



DAFTAR PUSTAKA
Arief Mansjoer.2003.Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta : FKUI.
Nugroho,taufan.2011.Asuhan Keperawatan:maternitas, anak, bedah, dan
            penyakit dalam.Yogyakarta : Nuha Medika.

Saifoellah,Noer,dkk.2001. Buku Ajar Penyakit Dalam. FKUI : Jakarta.
Wijaya,Andra Satferi dan Yessi Meriza Putri.2013.KMB 2.Yogyakarta : Nuha
 Medika.

http://julismuharram.blogspot.co.id/ .2013.Muharam,Julis.Asuhan Keperawatan
 Pada Demam Thypoid.( Di Akses pada tanggal 28 September 2016 ).





No comments:

Post a Comment