Kata pengantar
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih
lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya,
yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang “Proses pembentukan budaya organisasi masyarakat”
Makalah ilmiah ini
telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah
ini.
Akhir kata kami
berharap semoga makalah ilmiah tentang “Proses pembentukan budaya organisasi masyarakat” ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.
pantonlabu, 23 april 2016
Penyusun
Daftar isi..
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan.................................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 pengertian kebudayaan
organisasi ......................................................................................... 3
2.2 Proses Terbentuknya Budaya
Organisasi................................................................................ 3
2.3 Proses Mempertahankan Budaya Organisasi.......................................................................... 7
2.4 Proses Mengubah Budaya Organisasi..................................................................................... 9
BAB III PENUTUP
4.1 kesimpulan ........................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 15
BAB I
pendahuluan
1.1 Latar
belakang
Sebagaimana kita
lihat berapa banyak budaya di Indonesia yang menghiasi tanah air ini, budaya
budaya ini adalah di bentuk oleh organisasi organisasi daerah. Keanekaragaman
budaya yang ada di Indonesia harus dipandang sebagai sebuah kekayaan bukan
kemiskinan. Bahwa Indonesia tidak memiliki identitas budaya yang tunggal bukan
berarti tidak memiliki jati diri, namun dengan keanekaragaman budaya yang ada
membuktikan bahwa masyarakat kita memiliki kualitas produksi budaya yang luar
biasa, jika mengacu pada pengertian bahwa kebudayaan adalah hasil cipta
manusia.
menurut
Bapak Antropologi Indonesia, Koenjtaraningrat (1996), adalah keseluruhan sistem
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Pengertian tersebut merujuk
pada gagasan J. J Honigmann (1973) tentang wujud kebudayaan atau disebut juga
‟gejala kebudayaan‟. Honigmann membagi kebudayan kedalam tiga wujud, yakni
kebudayaan dalam wujud ide, pola tindakan dan artefak atau benda-benda.
Budaya organisasi
merupakan suatu kekuatan social yang tidak tampak, yang dapat menggerakkan
orang-orang dalam suatu organisasi untuk melakukan aktivitas kerja. Apalagi
bila ia merupakan orang baru, maka dia akan berusaha mempelajari apa yang
dilarang dan apa yang diwajibkan, apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang
harus dia lakukan dan apa yang tidak boleh dia lakukan dalam organisasi.
Kesimpulannya, budaya organisasi mensosialisasikan dan menginternalisasi pada
para anggota organisasi.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana proses terbentuknya
budaya oerganisasi ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan umum
Untuk memperdalam pengetahuan tentang budaya
organisasi
Tujuan khusus
1. Mendeskripsikan definisi budaya,
organisasi.
1.4 Manfaat Penulisan
Bagi mahasiswa
Dengan adanya makalah ini dapat dijadikan
sebagai pengetahuan tambahan dibidang kebudayaan organisasi.
Bagi institusi
Dapat dijadikan tambahan referensi perpustakaan berkaitan dengan kebudayaan
organisasi.
BAB II
Pembahasan
2.1 pengertian
kebudayaan organisasi
Budaya organisasi memiliki makna
yang luas, antara lain:
Menurut Luthans (1998), budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi. Sarplin (1995) mendefinisikan budaya organisasi merupakan suatu sistem nilai, kepercayaan dan kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur sistem formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku organisasi. Sedangkan Schein (1992) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu, dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi masalah-masalahnya yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan dengan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berkenaan dengan masalah-masalah tersebut.
Menurut Luthans (1998), budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi. Sarplin (1995) mendefinisikan budaya organisasi merupakan suatu sistem nilai, kepercayaan dan kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur sistem formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku organisasi. Sedangkan Schein (1992) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu, dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi masalah-masalahnya yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan dengan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berkenaan dengan masalah-masalah tersebut.
2.2 Proses Terbentuknya Budaya Organisasi
Schein
menyatakan bahwa pembentukan budaya organisasi tidak bisa dipisahkan dari peran
para pendiri organisasi. Prosesnya mengikuti alur berikut :
1. Para
pendiri dan pimpinan lainnya membawa serta satu set asumsi dasar, nilai-nilai,
prespektif, artefak ke dalam organisasi dan menanamkannya kepada para karyawan.
2. Budaya
muncul ketika para anggota berinteraksi satu sama lain untuk memecahkan
masalah-masalah pokok organisasi yakni masalah integrasi internal dan adaptasi
eksternal.
3. Secara
perorangan, masing-masing anggota organisasi boleh menjadi seorang pencipta
budaya baru (culture creator) dengan mengembangkan berbagai cara untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan individual seperti persoalan identitas diri,
control, dan pemenuhan kebutuhan serta bagaimana agar bisa diterima oleh
lingkungan organisasi yang diajarkan kepada generasi penerus.
Berikut ini adalah proses pembentukan budaya organisasi
menurut para ahli :
1.
Robbins
Robbins
menyatakan bahwa proses penciptaan budaya organisasi terjadi dalam tiga cara.
Pertama, para pendiri hanya mempekerjakan dan mempertahankan karyawan yang
memiliki pola pikir sama dan sependapat dengan cara-cara yang mereka tempuh.
Kedua, mereka mengindoktrinasikan dan mensosialisasikan para karyawan ini
dengan cara berpikir dan cara berperasaan mereka. Bila organisasi berhasil,
maka visi pendiri menjadi terlihat sebagai penentu utama keberhasilan. Pada
titik ini, keseluruhan kepribadian pendiri menjadi tertanam ke dalam budaya
organisasi.
Robbins membedakan budaya yang kuat dan budaya yang
lemah. Budaya yang kuat mempunyai dampak yang lebih besar pada prilaku karyawan
dan lebih langsung terkait dengan pengutangan turn-over karyawan. Dalam budaya
yang kuat, nilai inti organisasi dipegang secara mendalam dan dianut bersama
secara meluas. Makin banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti dan makin
besar komitmen mereka pada nilai-nilai tersebut, maka makin kuat budaya
tersebut. Budaya yang kuat juga memperlihatkan kesepakatan yang tinggi di
kalangan anggota mengenai apa yang dipertahankan oleh organisasi. Kebulatan
maksud tersebut selanjutnya membina keakraban, kesetiaan, dan komitmen
organisasi.
2.
Brown
Brown
menyatakan bahwa para pemimpin menyampaikan budaya melalui apa yang mereka
katakan dan apa yang mereka lakukan. Schein dalam Yukl mengemukakan peranan pemimpin dalam budaya
organisasi, dimana para pemimpin mempunyai potensi yang paling besar dalam menanamkan
budaya dan memperkuat aspek-aspek budaya dengan mekanisme sebagai berikut :
a.
Perhatian (attention)
Pemimpin
di dalam menjalankan kepemimpinannya akan mengkomunikasikan
prioritas-prioritas, nilai-nilai, perhatian mereka dengan cara menanyakan,
memberi pendapat, memuji, dan menyampaikan kritik.
Sebagai contoh, restoran cepat saji McDonald dikenal
kebersihannya karena secara berulang-ulang pendiri perusahaan menceritakan
bagaimana dia mengejar-ngejar lalat untuk menjaga agar para pelanggan yang
sedang menikmati hidangannya tidak terganggu oleh lalat tersebut. Cerita ini
diterjemahkan para pegawai bahwa perusahaan sangat peduli pada kebersihan dan
peduli kepada pelanggannya.
b.
Reaksi terhadap Krisis
Reaksi
pemimpin dalam menghadapi krisis, merupakan potensi bagi para pegawai untuk
mempelajari nilai-nilai dan asumsi-asumsi. Misalnya perusahaan yang sedang
mengalami kesulitan keuangan cukup serius tetapi menghindari pemberhentian
pegawai (PHK) dan membuat kebijakan untuk membuat para pegawai bekerja dengan
waktu lebih pendek dan dengan demikian menerima pemotongan gaji. Pemimpin
tersebut mengkomunikasikan dengan kuat bahwa ia mempertahankan pekerjaan para
pegawai, dan berdasarkan prilakunya tersebut para pegawai meyakini bahwa
pemimpinnya menjunjung tinggi nilai kebersamaan.
c.
Pemodelan Peran
Pemimpin
mengkomunikasikan nilai-nilai dan harapan-harapan mereka melalui tindakan
mereka sendiri. Hal tersebut khususnya tindakan-tindakan yang memperlihatkan
kesetiaan istimewa, pengorbanan diri, dan pelayanan yang melebihi apa yang
ditugaskan. Seorang pemimpin yang membuat sebuah kebijakan atau prosedur tetapi
tidak memberikan perhatian yang besar terhadap hal tersebut maka dalam hal ini
pemimpin mengkomunikasikan pesan bahwa hal itu tidaklah penting atau tidak
diperlukan. Seorang pemimpin yang bekerja keras dan selalu tepat waktu,
misalnya, akan mengkomunikasikan bahwa bekerja keras dan tepat waktu merupakan
hal yang penting dan dihargai dalam organisasi. Sebaliknya pemimpin yang selalu
meminta anak buahnya untuk disiplin tetapi dia sendiri tidak disiplin maka sekeras
apapun dia menyerukan kedisiplinan, karyawan tetap akan menganggap bahwa
kedisiplinan bukanlah hal yang penting dalam organisasi.
d.
Alokasi Imbalan-imbalan
Kriteria-kriteria
yang digunakan sebagai dasar untuk mengalokasikan imbalan-imbalan seperti peningkatan
upah, atau promosi mengkomunikasikan apa yang dinilai oleh pemimpin dan
organisasi tersebut. Pengakuan formal dan acara-acara seremonial dan pujian
yang tidak formal mengkomunikasikan perhatian serta prioritas seorang pemimpin.
Ketiadaan pengakuan terhadap kontribusi dan keberhasilan mengkomunikasikan
bahwa hal tersebut bukan merupakan hal yang penting. Pemberian simbol-simbol
terhadap status orang-orang tertentu juga mengkomunikasikan tentang apa yang
penting dalam perusahaan. Pembedaan status yang terlalu mencolok tentu saja
menunjukkan bahwa organisasi tidak menjunjung tinggi nilai kebersamaan.
Misalnya saja perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat relatif menggunakan
simbol-simbol perbedaan status dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan Jepang.
Keistimewaan tersebut misalnya berupa ruang makan dan tempat parkir khusus.
e.
Kriteria Menyeleksi dan Memberhentikan Karyawan
Para
pemimpin dapat mempengaruhi budaya dengan merekrut orang yang memiliki
nilai-nilai, ketrampilan-ketrampilan, atau ciri-ciri tertentu dan mempromosikan
mereka ke posisi-posisi kekuasaan. Para pelamar yang tidak cocok dapat
diskrining dengan prosedur-prosedur formal dan informal, dan ada juga
prosedur-prosedur untuk meningkatkan seleksi diri sendiri, seperti memberi kepada
pelamar informasi yang realistis tentang kriteria dan persyaratan bagi
keberhasilan dalam organisasi. Kriteria serta prosedur-prosedur yang digunakan
untuk mengeluarkan atau memberhentikan para anggota dari sebuah organisasi
mengkomunikasikan juga nilai-nilai serta perhatian dari pemimpinnya.
2.3 Proses Mempertahankan Budaya Organisasi
Mempertahankan
budaya organisasi merupakan suatu perilaku yang mudah. Sekali suatu budaya
terbentuk, praktik-praktik di dalam organisasi bertindak mempertahankan budaya
dengan memberikan kepada para karyawan seperangkat pengalaman yang serupa.
Robbins menyatakan bahwa terdapat tiga kekuatan yang merupakan bagian yang
sangat penting dalam mempertahankan budaya organisasi, yaitu:
a.
Praktik Seleksi
Tujuan
utama dari proses seleksi adalah mengidentifikasi dan mempekerjakan
individu-individu yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan untuk
melakukan pekerjaan dengan sukses di dalam suatu organisasi. Proses seleksi
memberikan informasi kepada para pelamar mengenai organisasi itu. Para calon
belajar mengenai organisasi yang akan dimasuki, dan jika mereka merasakan suatu
konflik antara nilai mereka dengan nilai organisasi, maka mereka dapat
menyeleksi diri keluar dari kumpulan pelamar. Oleh karena itu, seleksi menjadi
jalan dua-arah, dengan memungkinkan pemberi kerja atau pelamar untuk memutuskan
kehendak hati mereka jika tampaknya terdapat kecocokan. Dengan cara ini, proses
seleksi mendukung suatu budaya organisasi dengan menyeleksi keluar
individu-individu yang mungkin menyerang atau menghancurkan nilai-nilai
intinya.
b.
Manajemen Puncak
Tindakan
manajemen puncak juga mempunyai dampak besar pada budaya organisasi. Lewat apa
yang mereka katakan dan bagaimana mereka berperilaku, eksekutif senior
menegakkan norma-norma yang mengalir ke bawah sepanjang organisasi, misalnya
apakah pengambilan risiko diinginkan, berapa banyak kebebasan seharusnya
diberikan oleh para manajer kepada bawahan mereka, pakaian apakah yang pantas
dan tindakan apakah akan dihargai dalam kenaikan upah, promosi, dan ganjaran
lain.
c.
Sosialisasi
Tidak
peduli betapa baik yang telah dilakukan suatu organisasi dalam perekrutan dan
seleksi, karyawan baru tidak sepenuhnya diindoktrinasi dalam budaya organisasi
itu. Yang paling penting, karena para karyawan baru tersebut tidak mengenal
baik budaya organisasi yang ada. Oleh karena itu, organisasi tampaknya akan
berpotensi membantu karyawan baru menyesuaikan diri dengan budayanya. Proses
penyesuaian ini disebut sosialisasi.
Sosialisasi dapat dikonsepkan sebagai suatu proses yang
terdiri atas tiga tahap yaitu:
- Tahap
pra-kedatangan
Yaitu periode pembelajaran di mana proses sosialisasi
yang dilakukan sebelum karyawan baru bergabung dalam organisasi.
- Tahap
perjumpaan
Yaitu tahap dalam proses sosialisasi di mana karyawan
baru melihat apa yang sesungguhnya organisasi itu dan persimpangan yang mungkin
dan kenyataan yang ada.
- Tahap
metamorfosis
Yaitu tahap dalam proses sosialisasi di mana karyawan
baru berubah dan menyesuaikan pekerjaan kelompok kerja dan organisasi.
2.4 Proses Mengubah Budaya Organisasi
Merubah
budaya organisasi luar biasa sulitnya, tetapi budaya-budaya itu dapat diubah.
Misalnya, Lee Iacocca masuk Chrysler Corp. Dalam tahun 1978, ketika perusahaan
itu tampak tertinggal beberapa pekan lagi akan bangkrut. Diperlukan waktu lima
tahun tetapi ia menerima budaya Chrysler yang konservatif, melihat ke dalam,
dan berorientasi rekayasa dan mengubahnya menjadi budaya yang berorientasi
tindakan, tanggap pasar. Cerita ini sudah diketahui banyak orang.
Ada tiga langkah penting yang dilakukan dalam perubahan
budaya organisasi. Pertama, sebelum organisasi bisa merubah budayanya, pertama
harus memahami budaya yang ada. Kedua, pikirkanlah bentuk organisasi Anda dimasa
datang, dan putuskan bagaimana budaya organisasi bisa mendukung kesuksesan.
Visi apa yang dimiliki organisasi untuk masa depannya dan bagaimana seharusnya
perubahan budaya bisa mendukung pemenuhan visi tersebut? Ketiga, individu dalam
organisasi harus memutuskan untuk merubah perilaku mereka untuk mencipatakan
budaya organisasi yang diinginkan. Ini adalah langkah tersulit dalam perubahan
budaya.
Berikut ini unsur-unsur perubahan menurut beberapa ahli :
1.
Stephen P. Robbins
Robbins
mengemukakan bahwa perubahan budaya paling mungkin terjadi bila kebanyakan atau
semua kondisi berikut ini ada:
a.
Suatu krisis dramatis
Inilah
kejutan yang menghancurkan status quo dan mengemukakan pertanyaan mengenai
relevansi budaya yang ada. Contoh dari krisis ini mungkin berupa suatu
kemunduran finansial yang mengejutkan, hilangnya pelanggan utama, atau
terobosan teknologis yang dramatis oleh pesaing. Para eksekutif pada Pepsi-Cola
dan Ameritech bahkan mengakui menciptakan krisis agar merangsang perubahan
budaya dalam organisasi mereka. Misalnya saja, baru ketika eksekutif dari
General Motors dan AT&T mampu dengan sukses menyampaikan kepada para
karyawan krisis-krisis yang ditimbulkan oleh pesaing maka membuat budaya
organisasi itu mulai menunjukkan tanda-tenda perubahan untuk menyesuaikan.
b.
Pergantian kepemimpinan
Kepemimpinan
puncak yang baru, yang dapat memberikan suatu perangkat alternatif dari
nilai-nilai kunci, dapat dipersepsikan sebagai lebih mampu dalam menanggapi
krisis itu. Yang pasti disini adalah eksekutif kepala dari organisasi itu
tetapi itu juga mungkin perlu mencakup semua posisi manajemen senior.
Mempekerjakan dirut dari luar pada IBM (Louis Gerstner) dan General Motor (Jack
Smith) melukiskan upaya untuk memperkenalkan kepemimpinan baru.
c.
Organisasi yang muda dan kecil
Makin
muda organisasi itu, akan makin kurang berakar budayanya. Sama halnya, lebih
mudah bagi manajemen untuk mengkomunikasikan nilai-nilainya yang baru bila
organisasi itu kecil. Sekali lagi ini membantu menjelaskan kesulitan yang
dihadapi korporasi multimiliar-dolar dalam mengubah budayanya.
d.
Budaya lemah
Makin
luas suatu budaya dianut dan makin tinggi kesepakatan di kalangan anggota
mengenai nilai-nilainya, akan makin sulit mengubah budaya itu. Sebaliknya,
budaya lemah lebih mudah menerima perubahan dari pada budaya yang kuat.
2. Menutut
Cartweight apabila ingin melakukan perubahan, maka perlu melakukan perbaikan
budaya organisasi, antara lain:
a. Vision
as inspiration (visi sebagai inspirasi)
Visi
merupakan konsep yang sulit bagi banyak orang, bukan hanya manajer. Visi memerlukan imajinasi kreatif untuk
memvisualisasikan menjadi sesuatu yang berbeda dan lebih baik dari
sekarang. Visualisasi tersebut merupakan
inspirasi tujuan. Dengan demikian, visi
dapat menjdai inspirasi tentang tujuan yang hendak dicapai.
b. The
management of creative change (manajemen perubahan kreatif)
Perubahan
yang kreatif adalah perubahan yang didukung oleh adanya inovasi, dan inovasi
yang berkembang cepat adalah dalam bidang teknologi. Dan untuk mengatasi perubahan perlu melakukan
manajemen perubahan.
c.
Value-based management (manajemen berbasis nilai)
Penciptaan
nilai secara berkelanjutan menambah nilai bagi bisnis. Sementara itu, maksud
dari value management adalah untuk memastikan bahwa strategi manajer dan pilihan
manajemen memberikan dampak langsung terhadap kinerja bisnis dan nilai
pasarnya.
d. The bottom
line (pekerja rendah)
Apapun
sistem perbaikan budaya yang disarankan kepada manajer, yang penting adalah
bagaimana mempengaruhi bottom line.
Peningkatan moral, motivasi dan kreativitas pekerja diharapkan mempunyai
pengaruh yang bermanfaat pada bottom
line. Sebailiknya, pemegang anggaran
ingin memaksakan cost-effectiveness dari
program perbaikan budaya. Dalam manajemen budaya, bottom line merupakan tujuan
tertunggi. Budaya merupakan kunci
memaksimumkan kinerja bottom line.
e.
Cultural transformation through business excellent (transformasi
cultural melalui keunggulan bisnis)
Manajemen
nilai-nilai budaya merupakan arah keunggulan bisnis. Kombinasi nilai pelayanan
pelanggan dengan nilai-nilai pekerja berjalan baik dibawah potensi untuk
perbaikan yang diusahakan oleh kepuasan pelanggan yang sudah ada dan survey
kepuasan pekerja. Terdapah hubungan
langsung antaraemploye values management, customer values management,
competitive advantage, dan kinerja bottom line.
Suatu organisasi hanya akan sebaik hasil yang dapat diberikan oleh
orangnya.
f.
The europen business excellent model (model keunggulan bisnis eropa)
The
europen business excellent model memberikan kerangka kerja strategis dan
kriteria untuk mengelola organisasi dan mengidentifikasi kesempatan perbaikan
tanpa memandang sifat dan ukuran organisasi. Culture management menyederhanakan
kompleksitas organisasi. Manajemen nilai
budaya merupakan kunci keunggulan bisnis.
g.
Cultural management portofolio (portofolio manajemen budaya)
Ada
delapan bidang yang menjadi alat dan teknik manajemen budaya yang memberikan
dukungan langsung dan tidak langsung dan dapat digunakan untuk meningkatkan
kemajuan dalam mencapai keunggulan bisnis, yaitu: ukuran budaya, nilai pelayanan pelanggan,
nilai-nilai pekerja dan tim building, pengembangan personal, pengembangan
budaya kreatif dan inovatif, budaya partnership, manajemen perubahan dan nilai-nilai
social.
3. Frances
Hesselbein mengembangkan tujuh langkah yang diperlukan untuk melakukan
transformasi cultural yaitu:
a. Mengamati
beberapa kecenderungan lingkungan yang akan mempunyai dampak terbesar pada
organisasi dimasa depan.
b. Mempertimbangkan
implikasi dari kecenderungan tersebut
c. Meninjau
kembali misi dan menyempurnakan
d. Meninggalkan
hierarki lama dan menciptakan struktur dan sistem manajemen yang fleksibel dan
cair yang melepaskan energy orang
e. Menantang
asumsi, kebijakan dan prosedur dan hanya menjaga yang mencerminkan masa depan
yang diinginkan
f. Mengkomunikasikan
beberapa pesan yang memaksa yang memobilaisasi orang sekitar misi, tujuan dan
nilai-nilai
g. Membubarkan
tanggung jawab kepemimpinan terhadap organisasi pada setiap tingkatan.
BAB III
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat kita ambil
beberapa kesimpulan :
Budaya adalah kebiasaan yang dilakukan kelompok
organisasi yang saling berinteraksi dengan
struktur sistem formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku organisasi.
Proses Terbentuknya Budaya Organisasi
1. Para
pendiri dan pimpinan lainnya membawa serta satu set asumsi dasar, nilai-nilai,
prespektif, artefak ke dalam organisasi dan menanamkannya kepada para karyawan.
2. Budaya
muncul ketika para anggota berinteraksi satu sama lain untuk memecahkan
masalah-masalah pokok organisasi yakni masalah integrasi internal dan adaptasi
eksternal.
3. Secara
perorangan, masing-masing anggota organisasi boleh menjadi seorang pencipta
budaya baru (culture creator) dengan mengembangkan berbagai cara untuk menyelesaikan
persoalan-persoalan individual seperti persoalan identitas diri, control, dan
pemenuhan kebutuhan serta bagaimana agar bisa diterima oleh lingkungan
organisasi yang diajarkan kepada generasi penerus.
Proses Mempertahankan Budaya Organisasi
Praktik Seleksi,
Manajemen Puncak, Sosialisasi
Proses Mengubah
Budaya Organisasi
Menurut : Stephen
P. Robbins
Suatu krisis dramatis, Pergantian kepemimpinan, Organisasi
yang muda dan kecil, Budaya lemah
Menurut : Cartweight
Vision as inspiration (visi sebagai inspirasi), The
management of creative change (manajemen perubahan kreatif), Value-based
management (manajemen berbasis nilai), The bottom line (pekerja rendah),
Cultural transformation through business excellent (transformasi cultural
melalui keunggulan bisnis), The europen business excellent model (model
keunggulan bisnis eropa), Cultural management portofolio (portofolio manajemen
budaya)
Menurut : Frances Hesselbein
Mengamati beberapa kecenderungan lingkungan yang akan
mempunyai dampak terbesar pada organisasi dimasa depan, Mempertimbangkan
implikasi dari kecenderungan tersebut, Meninjau kembali misi dan menyempurnakan,
Meninggalkan hierarki lama dan menciptakan struktur dan sistem manajemen yang
fleksibel dan cair yang melepaskan energy orang, Menantang asumsi, kebijakan
dan prosedur dan hanya menjaga yang mencerminkan masa depan yang diinginkan, Mengkomunikasikan
beberapa pesan yang memaksa yang memobilaisasi orang sekitar misi, tujuan dan
nilai-nilai, Membubarkan tanggung jawab kepemimpinan terhadap organisasi pada
setiap tingkatan.
Daftar pustaka
MOELJONO,2003,”budaya,organisasi”http://anahuraki.lecture.ub.ac.id/files/2012/05/bab-13.-budaya-org.pdf
FURQON.CHAIRUL,”budaya,organisasi”http://file.upi.edu/Direktori/FPEB/PRODI._MANAJEMEN_FPEB/197207152003121-CHAIRUL_FURQON/Artikel-Organizational_Culture.pdf
SUMARWANTO,ANTONIUS.2010”budaya,organisasi”http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/135958-T%2028091-Analisis%20pengembangan-Literatur.pdf
FADILLAH,DANI”strategi komunikasi
pembentukan budaya organisasi baitul arqam sebagai sarana pembentukan budaya
organisasi ala kh ahmad dahlan di amal usaha muhammadiyah Yogyakarta”https://www.google.com/url?sa=
t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiGrNjM4uLMAhVKrI8KHTHZBywQFghFMAU&url=http%3A%2F%2Fjournal.uny.ac.id%2Findex.php%2Fhumanika%2Farticle%2Fdownload%2F3327%2F2948&usg=AFQjCNFirSTprN-GQaVj5wfVCbE8bcq-lw