makalah pembentukan budaya organisasi

Kata pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang “Proses pembentukan budaya organisasi masyarakat
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
            Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang “Proses pembentukan budaya organisasi masyarakat” ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

                                                                                       pantonlabu, 23 april 2016

                                                                                                    Penyusun








Daftar isi..


BAB I   PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang ....................................................................................................................... 1
1.2  Rumusan Masalah................................................................................................................... 2
1.3  Tujuan Penulisan..................................................................................................................... 2
1.4  Manfaat Penulisan.................................................................................................................. 2

BAB II   TINJAUAN PUSTAKA
2.1  pengertian kebudayaan organisasi ......................................................................................... 3
2.2  Proses Terbentuknya Budaya Organisasi................................................................................ 3
2.3 Proses Mempertahankan Budaya Organisasi.......................................................................... 7
2.4 Proses Mengubah Budaya Organisasi..................................................................................... 9

BAB III   PENUTUP
4.1 kesimpulan ........................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 15










BAB I
pendahuluan
1.1       Latar belakang
Sebagaimana kita lihat berapa banyak budaya di Indonesia yang menghiasi tanah air ini, budaya budaya ini adalah di bentuk oleh organisasi organisasi daerah. Keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia harus dipandang sebagai sebuah kekayaan bukan kemiskinan. Bahwa Indonesia tidak memiliki identitas budaya yang tunggal bukan berarti tidak memiliki jati diri, namun dengan keanekaragaman budaya yang ada membuktikan bahwa masyarakat kita memiliki kualitas produksi budaya yang luar biasa, jika mengacu pada pengertian bahwa kebudayaan adalah hasil cipta manusia.
            menurut Bapak Antropologi Indonesia, Koenjtaraningrat (1996), adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Pengertian tersebut merujuk pada gagasan J. J Honigmann (1973) tentang wujud kebudayaan atau disebut juga ‟gejala kebudayaan‟. Honigmann membagi kebudayan kedalam tiga wujud, yakni kebudayaan dalam wujud ide, pola tindakan dan artefak atau benda-benda.
Budaya organisasi merupakan suatu kekuatan social yang tidak tampak, yang dapat menggerakkan orang-orang dalam suatu organisasi untuk melakukan aktivitas kerja. Apalagi bila ia merupakan orang baru, maka dia akan berusaha mempelajari apa yang dilarang dan apa yang diwajibkan, apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang harus dia lakukan dan apa yang tidak boleh dia lakukan dalam organisasi. Kesimpulannya, budaya organisasi mensosialisasikan dan menginternalisasi pada para anggota organisasi.

1.2 Rumusan Masalah
 Bagaimana proses terbentuknya budaya oerganisasi  ?

1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan umum 
Untuk memperdalam pengetahuan tentang budaya organisasi
Tujuan khusus
1. Mendeskripsikan definisi budaya, organisasi.

1.4 Manfaat Penulisan
Bagi mahasiswa
Dengan adanya makalah ini dapat dijadikan sebagai pengetahuan tambahan dibidang kebudayaan organisasi.
Bagi institusi 
Dapat dijadikan tambahan referensi perpustakaan berkaitan dengan kebudayaan organisasi.










BAB II
Pembahasan
2.1        pengertian kebudayaan organisasi
Budaya organisasi memiliki makna yang luas, antara lain: 
Menurut Luthans (1998), budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi. Sarplin (1995) mendefinisikan budaya organisasi merupakan suatu sistem nilai, kepercayaan dan kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur sistem formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku organisasi.
 Sedangkan Schein (1992) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu, dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi masalah-masalahnya yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan dengan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berkenaan dengan masalah-masalah tersebut.

2.2        Proses Terbentuknya Budaya Organisasi

Schein menyatakan bahwa pembentukan budaya organisasi tidak bisa dipisahkan dari peran para pendiri organisasi. Prosesnya mengikuti alur berikut :
1.         Para pendiri dan pimpinan lainnya membawa serta satu set asumsi dasar, nilai-nilai, prespektif, artefak ke dalam organisasi dan menanamkannya kepada para karyawan.
2.         Budaya muncul ketika para anggota berinteraksi satu sama lain untuk memecahkan masalah-masalah pokok organisasi yakni masalah integrasi internal dan adaptasi eksternal.
3.         Secara perorangan, masing-masing anggota organisasi boleh menjadi seorang pencipta budaya baru (culture creator) dengan mengembangkan berbagai cara untuk menyelesaikan persoalan-persoalan individual seperti persoalan identitas diri, control, dan pemenuhan kebutuhan serta bagaimana agar bisa diterima oleh lingkungan organisasi yang diajarkan kepada generasi penerus.

Berikut ini adalah proses pembentukan budaya organisasi menurut para ahli :
1.                   Robbins
Robbins menyatakan bahwa proses penciptaan budaya organisasi terjadi dalam tiga cara. Pertama, para pendiri hanya mempekerjakan dan mempertahankan karyawan yang memiliki pola pikir sama dan sependapat dengan cara-cara yang mereka tempuh. Kedua, mereka mengindoktrinasikan dan mensosialisasikan para karyawan ini dengan cara berpikir dan cara berperasaan mereka. Bila organisasi berhasil, maka visi pendiri menjadi terlihat sebagai penentu utama keberhasilan. Pada titik ini, keseluruhan kepribadian pendiri menjadi tertanam ke dalam budaya organisasi.
Robbins membedakan budaya yang kuat dan budaya yang lemah. Budaya yang kuat mempunyai dampak yang lebih besar pada prilaku karyawan dan lebih langsung terkait dengan pengutangan turn-over karyawan. Dalam budaya yang kuat, nilai inti organisasi dipegang secara mendalam dan dianut bersama secara meluas. Makin banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti dan makin besar komitmen mereka pada nilai-nilai tersebut, maka makin kuat budaya tersebut. Budaya yang kuat juga memperlihatkan kesepakatan yang tinggi di kalangan anggota mengenai apa yang dipertahankan oleh organisasi. Kebulatan maksud tersebut selanjutnya membina keakraban, kesetiaan, dan komitmen organisasi.


2.                   Brown
Brown menyatakan bahwa para pemimpin menyampaikan budaya melalui apa yang mereka katakan dan apa yang mereka lakukan. Schein dalam Yukl  mengemukakan peranan pemimpin dalam budaya organisasi, dimana para pemimpin mempunyai potensi yang paling besar dalam menanamkan budaya dan memperkuat aspek-aspek budaya dengan mekanisme sebagai berikut :

a.                    Perhatian (attention)
Pemimpin di dalam menjalankan kepemimpinannya akan mengkomunikasikan prioritas-prioritas, nilai-nilai, perhatian mereka dengan cara menanyakan, memberi pendapat, memuji, dan menyampaikan kritik.
Sebagai contoh, restoran cepat saji McDonald dikenal kebersihannya karena secara berulang-ulang pendiri perusahaan menceritakan bagaimana dia mengejar-ngejar lalat untuk menjaga agar para pelanggan yang sedang menikmati hidangannya tidak terganggu oleh lalat tersebut. Cerita ini diterjemahkan para pegawai bahwa perusahaan sangat peduli pada kebersihan dan peduli kepada pelanggannya.
b.                   Reaksi terhadap Krisis
Reaksi pemimpin dalam menghadapi krisis, merupakan potensi bagi para pegawai untuk mempelajari nilai-nilai dan asumsi-asumsi. Misalnya perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan cukup serius tetapi menghindari pemberhentian pegawai (PHK) dan membuat kebijakan untuk membuat para pegawai bekerja dengan waktu lebih pendek dan dengan demikian menerima pemotongan gaji. Pemimpin tersebut mengkomunikasikan dengan kuat bahwa ia mempertahankan pekerjaan para pegawai, dan berdasarkan prilakunya tersebut para pegawai meyakini bahwa pemimpinnya menjunjung tinggi nilai kebersamaan.
c.                   Pemodelan Peran
Pemimpin mengkomunikasikan nilai-nilai dan harapan-harapan mereka melalui tindakan mereka sendiri. Hal tersebut khususnya tindakan-tindakan yang memperlihatkan kesetiaan istimewa, pengorbanan diri, dan pelayanan yang melebihi apa yang ditugaskan. Seorang pemimpin yang membuat sebuah kebijakan atau prosedur tetapi tidak memberikan perhatian yang besar terhadap hal tersebut maka dalam hal ini pemimpin mengkomunikasikan pesan bahwa hal itu tidaklah penting atau tidak diperlukan. Seorang pemimpin yang bekerja keras dan selalu tepat waktu, misalnya, akan mengkomunikasikan bahwa bekerja keras dan tepat waktu merupakan hal yang penting dan dihargai dalam organisasi. Sebaliknya pemimpin yang selalu meminta anak buahnya untuk disiplin tetapi dia sendiri tidak disiplin maka sekeras apapun dia menyerukan kedisiplinan, karyawan tetap akan menganggap bahwa kedisiplinan bukanlah hal yang penting dalam organisasi.

d.                  Alokasi Imbalan-imbalan
Kriteria-kriteria yang digunakan sebagai dasar untuk mengalokasikan imbalan-imbalan seperti peningkatan upah, atau promosi mengkomunikasikan apa yang dinilai oleh pemimpin dan organisasi tersebut. Pengakuan formal dan acara-acara seremonial dan pujian yang tidak formal mengkomunikasikan perhatian serta prioritas seorang pemimpin. Ketiadaan pengakuan terhadap kontribusi dan keberhasilan mengkomunikasikan bahwa hal tersebut bukan merupakan hal yang penting. Pemberian simbol-simbol terhadap status orang-orang tertentu juga mengkomunikasikan tentang apa yang penting dalam perusahaan. Pembedaan status yang terlalu mencolok tentu saja menunjukkan bahwa organisasi tidak menjunjung tinggi nilai kebersamaan. Misalnya saja perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat relatif menggunakan simbol-simbol perbedaan status dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan Jepang. Keistimewaan tersebut misalnya berupa ruang makan dan tempat parkir khusus.


e.                   Kriteria Menyeleksi dan Memberhentikan Karyawan
Para pemimpin dapat mempengaruhi budaya dengan merekrut orang yang memiliki nilai-nilai, ketrampilan-ketrampilan, atau ciri-ciri tertentu dan mempromosikan mereka ke posisi-posisi kekuasaan. Para pelamar yang tidak cocok dapat diskrining dengan prosedur-prosedur formal dan informal, dan ada juga prosedur-prosedur untuk meningkatkan seleksi diri sendiri, seperti memberi kepada pelamar informasi yang realistis tentang kriteria dan persyaratan bagi keberhasilan dalam organisasi. Kriteria serta prosedur-prosedur yang digunakan untuk mengeluarkan atau memberhentikan para anggota dari sebuah organisasi mengkomunikasikan juga nilai-nilai serta perhatian dari pemimpinnya.
2.3       Proses Mempertahankan Budaya Organisasi
Mempertahankan budaya organisasi merupakan suatu perilaku yang mudah. Sekali suatu budaya terbentuk, praktik-praktik di dalam organisasi bertindak mempertahankan budaya dengan memberikan kepada para karyawan seperangkat pengalaman yang serupa. Robbins menyatakan bahwa terdapat tiga kekuatan yang merupakan bagian yang sangat penting dalam mempertahankan budaya organisasi, yaitu:
a.                   Praktik Seleksi      
Tujuan utama dari proses seleksi adalah mengidentifikasi dan mempekerjakan individu-individu yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan sukses di dalam suatu organisasi. Proses seleksi memberikan informasi kepada para pelamar mengenai organisasi itu. Para calon belajar mengenai organisasi yang akan dimasuki, dan jika mereka merasakan suatu konflik antara nilai mereka dengan nilai organisasi, maka mereka dapat menyeleksi diri keluar dari kumpulan pelamar. Oleh karena itu, seleksi menjadi jalan dua-arah, dengan memungkinkan pemberi kerja atau pelamar untuk memutuskan kehendak hati mereka jika tampaknya terdapat kecocokan. Dengan cara ini, proses seleksi mendukung suatu budaya organisasi dengan menyeleksi keluar individu-individu yang mungkin menyerang atau menghancurkan nilai-nilai intinya.
b.                   Manajemen Puncak      
Tindakan manajemen puncak juga mempunyai dampak besar pada budaya organisasi. Lewat apa yang mereka katakan dan bagaimana mereka berperilaku, eksekutif senior menegakkan norma-norma yang mengalir ke bawah sepanjang organisasi, misalnya apakah pengambilan risiko diinginkan, berapa banyak kebebasan seharusnya diberikan oleh para manajer kepada bawahan mereka, pakaian apakah yang pantas dan tindakan apakah akan dihargai dalam kenaikan upah, promosi, dan ganjaran lain.
c.                   Sosialisasi      
Tidak peduli betapa baik yang telah dilakukan suatu organisasi dalam perekrutan dan seleksi, karyawan baru tidak sepenuhnya diindoktrinasi dalam budaya organisasi itu. Yang paling penting, karena para karyawan baru tersebut tidak mengenal baik budaya organisasi yang ada. Oleh karena itu, organisasi tampaknya akan berpotensi membantu karyawan baru menyesuaikan diri dengan budayanya. Proses penyesuaian ini disebut sosialisasi.
Sosialisasi dapat dikonsepkan sebagai suatu proses yang terdiri atas tiga tahap yaitu:
-          Tahap pra-kedatangan
Yaitu periode pembelajaran di mana proses sosialisasi yang dilakukan sebelum karyawan baru bergabung dalam organisasi.
-          Tahap perjumpaan
Yaitu tahap dalam proses sosialisasi di mana karyawan baru melihat apa yang sesungguhnya organisasi itu dan persimpangan yang mungkin dan kenyataan yang ada.
-          Tahap metamorfosis
Yaitu tahap dalam proses sosialisasi di mana karyawan baru berubah dan menyesuaikan pekerjaan kelompok kerja dan organisasi.



2.4       Proses Mengubah Budaya Organisasi
Merubah budaya organisasi luar biasa sulitnya, tetapi budaya-budaya itu dapat diubah. Misalnya, Lee Iacocca masuk Chrysler Corp. Dalam tahun 1978, ketika perusahaan itu tampak tertinggal beberapa pekan lagi akan bangkrut. Diperlukan waktu lima tahun tetapi ia menerima budaya Chrysler yang konservatif, melihat ke dalam, dan berorientasi rekayasa dan mengubahnya menjadi budaya yang berorientasi tindakan, tanggap pasar. Cerita ini sudah diketahui banyak orang.
Ada tiga langkah penting yang dilakukan dalam perubahan budaya organisasi. Pertama, sebelum organisasi bisa merubah budayanya, pertama harus memahami budaya yang ada. Kedua, pikirkanlah bentuk organisasi Anda dimasa datang, dan putuskan bagaimana budaya organisasi bisa mendukung kesuksesan. Visi apa yang dimiliki organisasi untuk masa depannya dan bagaimana seharusnya perubahan budaya bisa mendukung pemenuhan visi tersebut? Ketiga, individu dalam organisasi harus memutuskan untuk merubah perilaku mereka untuk mencipatakan budaya organisasi yang diinginkan. Ini adalah langkah tersulit dalam perubahan budaya.
Berikut ini unsur-unsur perubahan menurut beberapa ahli :
1.                   Stephen P. Robbins
Robbins mengemukakan bahwa perubahan budaya paling mungkin terjadi bila kebanyakan atau semua kondisi berikut ini ada:
a.                   Suatu krisis dramatis
Inilah kejutan yang menghancurkan status quo dan mengemukakan pertanyaan mengenai relevansi budaya yang ada. Contoh dari krisis ini mungkin berupa suatu kemunduran finansial yang mengejutkan, hilangnya pelanggan utama, atau terobosan teknologis yang dramatis oleh pesaing. Para eksekutif pada Pepsi-Cola dan Ameritech bahkan mengakui menciptakan krisis agar merangsang perubahan budaya dalam organisasi mereka. Misalnya saja, baru ketika eksekutif dari General Motors dan AT&T mampu dengan sukses menyampaikan kepada para karyawan krisis-krisis yang ditimbulkan oleh pesaing maka membuat budaya organisasi itu mulai menunjukkan tanda-tenda perubahan untuk menyesuaikan.
b.                   Pergantian kepemimpinan
Kepemimpinan puncak yang baru, yang dapat memberikan suatu perangkat alternatif dari nilai-nilai kunci, dapat dipersepsikan sebagai lebih mampu dalam menanggapi krisis itu. Yang pasti disini adalah eksekutif kepala dari organisasi itu tetapi itu juga mungkin perlu mencakup semua posisi manajemen senior. Mempekerjakan dirut dari luar pada IBM (Louis Gerstner) dan General Motor (Jack Smith) melukiskan upaya untuk memperkenalkan kepemimpinan baru.
c.                   Organisasi yang muda dan kecil
Makin muda organisasi itu, akan makin kurang berakar budayanya. Sama halnya, lebih mudah bagi manajemen untuk mengkomunikasikan nilai-nilainya yang baru bila organisasi itu kecil. Sekali lagi ini membantu menjelaskan kesulitan yang dihadapi korporasi multimiliar-dolar dalam mengubah budayanya.

d.                  Budaya lemah
Makin luas suatu budaya dianut dan makin tinggi kesepakatan di kalangan anggota mengenai nilai-nilainya, akan makin sulit mengubah budaya itu. Sebaliknya, budaya lemah lebih mudah menerima perubahan dari pada budaya yang kuat.

2.         Menutut Cartweight apabila ingin melakukan perubahan, maka perlu melakukan perbaikan budaya organisasi, antara lain:
a.          Vision as inspiration (visi sebagai inspirasi)
Visi merupakan konsep yang sulit bagi banyak orang, bukan hanya manajer.  Visi memerlukan imajinasi kreatif untuk memvisualisasikan menjadi sesuatu yang berbeda dan lebih baik dari sekarang.  Visualisasi tersebut merupakan inspirasi tujuan.  Dengan demikian, visi dapat menjdai inspirasi tentang tujuan yang hendak dicapai.
b.         The management of creative change (manajemen perubahan kreatif)
Perubahan yang kreatif adalah perubahan yang didukung oleh adanya inovasi, dan inovasi yang berkembang cepat adalah dalam bidang teknologi.  Dan untuk mengatasi perubahan perlu melakukan manajemen perubahan.
c.                   Value-based management (manajemen berbasis nilai)
Penciptaan nilai secara berkelanjutan menambah nilai bagi bisnis. Sementara itu, maksud dari value management adalah untuk memastikan bahwa strategi manajer dan pilihan manajemen memberikan dampak langsung terhadap kinerja bisnis dan nilai pasarnya.
d.      The bottom line (pekerja rendah)
Apapun sistem perbaikan budaya yang disarankan kepada manajer, yang penting adalah bagaimana mempengaruhi bottom line.  Peningkatan moral, motivasi dan kreativitas pekerja diharapkan mempunyai pengaruh yang bermanfaat pada  bottom line.  Sebailiknya, pemegang anggaran ingin memaksakan  cost-effectiveness dari program perbaikan budaya. Dalam manajemen budaya, bottom line merupakan tujuan tertunggi.  Budaya merupakan kunci memaksimumkan kinerja bottom line.

e.                   Cultural transformation through business excellent (transformasi cultural melalui keunggulan bisnis)
Manajemen nilai-nilai budaya merupakan arah keunggulan bisnis. Kombinasi nilai pelayanan pelanggan dengan nilai-nilai pekerja berjalan baik dibawah potensi untuk perbaikan yang diusahakan oleh kepuasan pelanggan yang sudah ada dan survey kepuasan pekerja.  Terdapah hubungan langsung antaraemploye values management, customer values management, competitive advantage, dan kinerja bottom line.  Suatu organisasi hanya akan sebaik hasil yang dapat diberikan oleh orangnya.
f.                    The europen business excellent model (model keunggulan bisnis eropa)
The europen business excellent model memberikan kerangka kerja strategis dan kriteria untuk mengelola organisasi dan mengidentifikasi kesempatan perbaikan tanpa memandang sifat dan ukuran organisasi. Culture management menyederhanakan kompleksitas organisasi.  Manajemen nilai budaya merupakan kunci keunggulan bisnis.
g.                   Cultural management portofolio (portofolio manajemen budaya)
Ada delapan bidang yang menjadi alat dan teknik manajemen budaya yang memberikan dukungan langsung dan tidak langsung dan dapat digunakan untuk meningkatkan kemajuan dalam mencapai keunggulan bisnis, yaitu:  ukuran budaya, nilai pelayanan pelanggan, nilai-nilai pekerja dan tim building, pengembangan personal, pengembangan budaya kreatif dan inovatif, budaya partnership, manajemen perubahan dan nilai-nilai social.

3.         Frances Hesselbein mengembangkan tujuh langkah yang diperlukan untuk melakukan transformasi cultural yaitu:
a.          Mengamati beberapa kecenderungan lingkungan yang akan mempunyai dampak terbesar pada organisasi dimasa depan.
b.         Mempertimbangkan implikasi dari kecenderungan tersebut
c.          Meninjau kembali misi dan menyempurnakan
d.         Meninggalkan hierarki lama dan menciptakan struktur dan sistem manajemen yang fleksibel dan cair yang melepaskan energy orang
e.          Menantang asumsi, kebijakan dan prosedur dan hanya menjaga yang mencerminkan masa depan yang diinginkan
f.          Mengkomunikasikan beberapa pesan yang memaksa yang memobilaisasi orang sekitar misi, tujuan dan nilai-nilai
g.         Membubarkan tanggung jawab kepemimpinan terhadap organisasi pada setiap tingkatan.

BAB III
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat kita ambil beberapa kesimpulan :
Budaya adalah kebiasaan yang dilakukan kelompok organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur sistem formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku organisasi.

Proses Terbentuknya Budaya Organisasi
1.         Para pendiri dan pimpinan lainnya membawa serta satu set asumsi dasar, nilai-nilai, prespektif, artefak ke dalam organisasi dan menanamkannya kepada para karyawan.
2.         Budaya muncul ketika para anggota berinteraksi satu sama lain untuk memecahkan masalah-masalah pokok organisasi yakni masalah integrasi internal dan adaptasi eksternal.
3.         Secara perorangan, masing-masing anggota organisasi boleh menjadi seorang pencipta budaya baru (culture creator) dengan mengembangkan berbagai cara untuk menyelesaikan persoalan-persoalan individual seperti persoalan identitas diri, control, dan pemenuhan kebutuhan serta bagaimana agar bisa diterima oleh lingkungan organisasi yang diajarkan kepada generasi penerus.

Proses Mempertahankan Budaya Organisasi
Praktik Seleksi,   Manajemen Puncak, Sosialisasi

Proses Mengubah Budaya Organisasi
Menurut : Stephen P. Robbins
Suatu krisis dramatis, Pergantian kepemimpinan, Organisasi yang muda dan kecil, Budaya lemah

Menurut : Cartweight
Vision as inspiration (visi sebagai inspirasi), The management of creative change (manajemen perubahan kreatif), Value-based management (manajemen berbasis nilai), The bottom line (pekerja rendah), Cultural transformation through business excellent (transformasi cultural melalui keunggulan bisnis), The europen business excellent model (model keunggulan bisnis eropa), Cultural management portofolio (portofolio manajemen budaya)

Menurut : Frances Hesselbein
Mengamati beberapa kecenderungan lingkungan yang akan mempunyai dampak terbesar pada organisasi dimasa depan, Mempertimbangkan implikasi dari kecenderungan tersebut, Meninjau kembali misi dan menyempurnakan, Meninggalkan hierarki lama dan menciptakan struktur dan sistem manajemen yang fleksibel dan cair yang melepaskan energy orang, Menantang asumsi, kebijakan dan prosedur dan hanya menjaga yang mencerminkan masa depan yang diinginkan, Mengkomunikasikan beberapa pesan yang memaksa yang memobilaisasi orang sekitar misi, tujuan dan nilai-nilai, Membubarkan tanggung jawab kepemimpinan terhadap organisasi pada setiap tingkatan.











Daftar pustaka


FURQON.CHAIRUL,”budaya,organisasi”http://file.upi.edu/Direktori/FPEB/PRODI._MANAJEMEN_FPEB/197207152003121-CHAIRUL_FURQON/Artikel-Organizational_Culture.pdf

SUMARWANTO,ANTONIUS.2010”budaya,organisasi”http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/135958-T%2028091-Analisis%20pengembangan-Literatur.pdf


 FADILLAH,DANI”strategi komunikasi pembentukan budaya organisasi baitul arqam sebagai sarana pembentukan budaya organisasi ala kh ahmad dahlan di amal usaha muhammadiyah Yogyakarta”https://www.google.com/url?sa= t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiGrNjM4uLMAhVKrI8KHTHZBywQFghFMAU&url=http%3A%2F%2Fjournal.uny.ac.id%2Findex.php%2Fhumanika%2Farticle%2Fdownload%2F3327%2F2948&usg=AFQjCNFirSTprN-GQaVj5wfVCbE8bcq-lw


EmoticonEmoticon