BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pertolongan penderita gawat
darurat dapat terjadi dimana saja baik di dalam rumah sakit maupun di luar rumah sakit, dalam
penanganannya melibatkan tenaga medis maupun non medis
termasuk masyarakat awam. Pada pertolongan pertama yang cepat dan tepat akan
menyebabkan pasien/korban dapat tetap bertahan hidup untuk mendapatkan
pertolongan yang lebih lanjut.
Adapun yang disebut sebagai
penderita gawat darurat adalah penderita yang memerlukan pertolongan segera karena berada dalam
keadaan yang mengancam nyawa,sehingga memerlukan suatu pertolongan yang cepat,
tepat, cermat untuk mencegah kematian maupun kecacatan. Untuk memudahkan dalam
pemberian pertolongan korban harus diklasifikasikan termasuk dalam kasus gawat
darurat, darurat tidak gawat, tidak gawat tidak darurat dan meninggal.
Salah satu kasus gawat darurat
yang memerlukan tindakan segera dimana pasien berada dalam ancaman kematian adalah perdarahan saluran cerna baik saluran cerna bagian
atas ataupun saluran cerna bagian bawah bila hal ini dibiarkan tentu akan
berakibat fatal bagi korban atau pasien bahkan bisa menimbulkan kematian. Oleh
karena itu kita perlu memahami penanganan kegawatdaruratan pada system
pencernaan secara cepat,cermat dan tepat sehingga hal-hal tersebut dapat kita
hindari.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Diharapkan mahasiswa mengetahui
tentang Asuhan Keperawatan pada klien Gawat Darurat pada kasus sistem
pencernaan Colik abdomen dan Perdarahan Saluran Cerna.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mengetahui konsep dasar Colik Abdomen
b. Mahasiswa mengetahui Asuhan keperawatan pada Colik
Abdomen.
c. Mahasiswa mengetahui konsep dasar dari Perdarahan
Saluran Cerna.
d.
Mahasiswa mengetahui Asuhan
keperawatan pada Perdarahan Saluran Cerna
BAB II
PEMBAHASAN
A. Colik
Abdomen
1. konsep
Teoritis Colik Abdomen
A. Pengertian
Colik Abdomen adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus
intestinal (Nettina, 2008). Obstruksi
terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke
depan tetapi peristaltiknya normal (Reeves, 2010). Collik abdomen adalah nyeri perut
yang kadang timbul secara tiba-tiba dan kadang hilang dan merupakan variasi
kondisi dari yang sangat ringan sampai yang bersifat fatal (Ilmu Penyait Dalam,
2001 : 92).
B. Anatomi
Gaster terletak melintang dari kiri ke kanan melintasi abdomen bagian atas
antara hati dan diafragma. Dalam keadaan kosong gaster berbentuk huruf J,
gaster akan berakhir pada pylorus yang mempunyai sebuah otot sphincter yang
berfungsi menutup dan membuka saat pengisian dan pengosongan lambung. Gaster
berlanjut kedalam duodenum yang berjalan secara anatomis dan visual sulit
dibedakan dan jejunum dan ileum, hanya saja panjang duodenum kira-kira 25cm dan
berakhir pada ligament-ligamen treltz berupa sebuah ligament yang berjalan dari
sisi kanan diafragma dekat dengan hiafus esophagus dan melekat pada perbatasan
duodenum dan jejunum sisa dari usus halus adalah jejunum ¾ bagian akhir disebut
ileum. Secara anatomis letak jejenum adalah diperut bagian kiri, sedangkan
ileum dibagian kanan. Makanan masuk melalui sphincter pylorium keduodenum, maka
sisa makanan akan melalui katub ileoccal valve, yang mencegah berbaliknya
makanan dari usus besar kedalam usus halus. Pada ujung caecum terdapat appendix
vermicularis. Colon (usus besar) lebih besar dari usus halus yang terdiri dari
ceacum, colon pars desendens, colon pars aseenden, colon transversum dan
rectum, lapisan usus besar terdiri dari tunika serosa tunika submukosa, tunika
muskularis, tunika mukosa.
C. Etiologi
a. Mekanis
1)
Adhesi/perlengketan
pascabedah (90% dari obstruksi mekanik).
2)
Karsinoma
3)
Volvulus
4)
Intususepsi
5)
Obstipasi
6)
Polip
7)
Striktur
b. Fungsional (non mekanik)
1)
Ileus
paralitik
2)
Lesi medula
spinalis
3)
Enteritis
regional
4)
Ketidakseimbangan
elektrolit
5)
Uremia
c. Etiologi yang lain yaitu
1)
Inflamasi
peritoneum parietal : perforasi peritonitis, opendisitis, diverti kulitis,
pankreanitis, kolesistitis.
2)
Kelainan
mukosa viseral : tukak peptik, inflamatory bowel disease, kulitis infeksi,
esofagitis.
3)
Obstrukti
viseral : ileus obstruksi, kolik bilier atau renal karena batu.
4)
Regangan
kopsula organ : hepatitis kista ovarium, pilelonefritis
5)
Gangguan
vaskuler : iskemia atau infark intestinal.
6)
Gangguan
motilitas : irritable bowel syndrome, dispepsia fungsional.
7)
Ekstra
abdominal : hespes trauma muskuloskeletal, infark miokard dan paru dan lainnya
D. Manifestasi Klinis
a.
Mekanika
sederhana – usus halus atas
Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah
empedu awal, peningkatan bising usus (bunyi gemerincing bernada tinggi
terdengar pada interval singkat), nyeri tekan difus minimal.
b.
Mekanika
sederhana – usus halus bawah
Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat,muntah – sedikit atau
tidak ada – kemudian mempunyai ampas, bising usus dan bunyi “hush” meningkat,
nyeri tekan difus minimal.
c.
Mekanika
sederhana – kolon
Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir, kemudian
terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan difus minimal.
d.
Mekanika
obstruksi parsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya
kram nyeri abdomen, distensi ringan dan diare.
e.
Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat; nyeri parah, terus menerus dan terlokalisir; distensi sedang; muntah persisten; biasanya bising usus menurun dn nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar.
Gejala berkembang dengan cepat; nyeri parah, terus menerus dan terlokalisir; distensi sedang; muntah persisten; biasanya bising usus menurun dn nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar.
E. Pemeriksaan Penunjang
a.
Sinar x
abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus
b.
Barium enema
menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan sigmoid yang
tertutup.
c.
Penurunan
kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah, peningkatan hitung SDP
dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan peningkatan kadar serum
amylase karena iritasi pancreas oleh lipatan usus.
d.
Arteri gas
darah dapat mengindikasi asidosis atau alkalosis metabolic.
2. Askep colic
abdomen
A. Pengkajian
1.
Umum
Anoreksia dan malaise, demam, takikardi, diaforesisi, kekakuan abdomen,
kegagalan untuk mengeluarkan feses atau flatus secara rectal, peningkatan
bising usus, penurunan bising usus, retensi perkemihan dan leukositosis.
2.
Khusus
a.
Usus halus :
berat, nyeri abdomen seperti kram, peningkatan distensi, mual, muntah pada awal
mengandung makanan tak dicerna dan kim, elanjutnya muntah air dan mengandung
empedu, hitam dan fekal, dehidrasi
b.
Usus besar :
ketidaknyamanan abdominal ringan, distensi berat, muntah fekal laten, dehidrasi.
B. Diagnosa Keperawatan
a.
Nyeri
akut/kronis berhubungan dengan proses penyakit.
b.
Ketidakseimbangan
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
(proses penyakit).
c.
Ansietas berhubungan
dengan status kesehatan (ancaman kematian).
C. Perencanaan
No
|
Dx. Keperawatan
|
NOC
|
NIC
|
1
|
Nyeri akut
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri klien
teratasi dengan criteria hasil :
1.
Klien
mengatakan rasa nyeri berkurang
2.
Klien
menunjukkan raut muka yang rileks
3.
Klien
mampu mendefinisikan rasa nyerinya.
4.
Tanda
vital klien dalam batas normal
|
1. Catat keluhan nyeri, termasuk lokasi lamanya.
2. Observasi TTV klien.
3. Kaji ulang faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
4. Berikan makan sedikit tapi sering sesuai indikasi untuk pasien.
5. Identifikasi dan batasi makanan yang menimbulkan ketidaknyamanan.
6. Kolaborasi
dengan tim medis dalam pemberian terapi analgetik
|
2.
|
Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nutrisi klien
terpenuhi dengan criteria hasil :
1. Klien mau makan
2. Klien tidak merasa mual
3. Jumlah limfosit dalam batas normal.
4. Tanda vital dalam batas normal
|
1. Kaji dan observasi TTV klien.
2. Dorong klien untuk makan makanannya sedikit demi sedikit.
3. Berikan makan sedikit tapi sering sesuai indikasi pasien.
4. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diit.
|
3.
|
Ansietas
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam ansietas teratasi
dengan criteria hasil :
1. Klien Menunjukkan rasa rileks
2. Klien tidak terlihat gelisah.
3. Menunjukkan pemecahan masalah
|
1. Awasi respon fisiologis seperti takipnea, palpitasi.
2. Catat petunjuk prilaku seperti gelisah, mudah terangsang, kurang kontak
mata.
3. Dorong pernyataan takut dan ansietas : berikan umpan balik.
4. Dorong orang terdekat tinggal dengan pasien.
|
B. Perdarahan
Saluran Cerna
1. Konsep Teoritis Perdarahan Saluran Cerna
A.
Definisi Perdarahan Saluran Cerna
Perdarahan saluran cerna yaitu
perdarahan yang bisa terjadi dimana saja di sepanjang saluran pencernaan, mulai
dari mulut sampai anus. Bisa berupa ditemukannya darah dalam tinja atau muntah
darah,tetapi gejala bisa juga tersembunyi dan hanya bisa diketahui melalui
pemeriksaan tertentu. Saluran perncernaan dibagi menjadi 2 yaitu, perdarahan
saluran cerna bagian atas dan saluran cerna bagian bawah. Saluran cerna bagian
atas ( upper GI ) meliputi : mulut, faring, esophagus dan lambung. Sedangkan
saluran cerna bagian bawah ( lower GI) meliputi : usus halus dan usus besar
sampai anus.(Smaltzer, 2001).
Perdarahan
saluran cerna adalah suatu perdarahan yang bisa terjadi dimana saja di sepanjang
saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus. Bisa berupa ditemukannya
darah dalam tinja atau muntah darah, tetapi gejala bisa juga tersembunyi dan
hanya bisa diketahui melalui pemeriksaan tertentu. Perdarahan yang terjadi di
saluran cerna bila disebabkan oleh adanya erosi arteri akan mengeluarkan darah
lebih banyak dan tidak dapat dihentikan dengan penatalaksanaan medis saja
(Mansjoer,2000).
B. Klasifikasi
Menurut Mansjoer,2000 Perdarahan saluran cerna dapat
dibagi menjadi 2 yaitu :
a.
Perdarahan saluran
cerna bagian atas (Upper GI)
b.
Perdarahan saluran
cerna bagian bawah (Lower GI)
C. Etiologi
a. Perdarahaan saluran cerna bagian atas (Upper GI)
Perdarahan saluran cerna bagian atas ( Upper GI ) umumnya dapat
disebabkan antara lain :
1)
Ulkus peptikum
2)
Varises esophagus pada hipertensi portal.
3)
Gastritis erosive atau ulseratif :
a)
Alcohol dalam jumlah besar
b)
Obat-obatan : salisilat, fenilbutazon,
indometasin, kortikosteroid, reserpin dosis besar (oral/parenteral).
c)
Stress berat : penyakit intracranial, luka
bakar, sepsis.
4)
Lain-lain : esofagitis, karsinoma lambung ( biasanya
bersifat perdarahan kronik ), ruptura aneurisma aorta, laserasi hepar (
hemobilia ), uremi.
b. Perdarahan saluran cerna
bagian bawah ( Lower GI) umumnya disebabkan
antara lain:
1)
Lesi daerah anus : hemoroid, fisura ani, fistula ani.
2)
Penyakit rectum dan usus besar : karsinoma, polip,
radang ( colitis ulseratif, penyakit crohn, amuba ) dan divertikulum.
3)
Penyakit jejunum dan ileum : volvulus, enterokolitis
nekrotikans ( keduanya pada bayi baru lahir ), invaginasi ( bayi dan anak-anak
< 2 tahun ), divertikulum Meckel (perdarahan banyak dan berulang
pada anak dan dewasa muda), tifoid.
D.
Patofisiologi
Pada gagal hepar sirosis kronis,
kematian sel dalam hepar mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta. Sebagai
akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam submukosa esofagus dan rektum serta
pada dinding abdomen anterior untuk mengalihkan darah dari sirkulasi splenik
menjauhi hepar.
Dengan meningkatnya tekanan dalam
vena ini, maka vena tersebut menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh
darah (disebut varises). Varises dapat pecah, mengakibatkan perdarahan
gastrointestinalmasif. Selanjutnya dapat mengakibatkan kehilangan darah
tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung, dan penurunan curah jantung.
Jika perdarahan menjadi berlebihan, maka akan mengakibatkan penurunan perfusi
jaringan. Dalam berespon tergadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan
mekanisme konpensasi untuk mencoba mempertahankan perfusi.
Mekanisme ini merangsang tanda-tanda
dan gejala-gejala utama yang terlihat pada saat pengkajian awal. Jika volume
darh tidak digantikan, penurunan perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi
seluler. Sel-sel akan berubah menjadi metabolisme anaerob, dan terbentuk asam
laktat. Penurunan aliran darah dapat mengakibatkan efek pada seluruh sistem
tubuh, dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi sisem tersebut akan mengalami
kegagalan.
E.
Komplikasi
1) Anemia
2) Dehidrasi
3) Nyeri dada-jika adajuga penyakit jantung
4) Syok
5) Kematian
F. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Kolaboratif
Intervensi awal mencakup 4 langkah :
1)
Kaji keparahan
pendarahan
2)
Gantikan cairan dan
produk darah untuk mengatasi shock
3)
Tegakkan diagnosa
penyebab perdarahan
4)
Rencanakan dan
laksanakan perawatan defenitif
b. Resusitasi cairan dan produk darah
c. Mendiagnosa penyebab perdarahan
d. Perawatan definitif.
2. Asuhan Keperawatan Teoritis
A. Pengkajian
Pengkajian pada klien Hematemesis Melena yang merujuk
pada pada kasus Perdarahan Gastrointestinal atas menurut Doengoes (2000) :
1. Anamnesis
Anamnesis perlu ditanyakan tentang :
1)
Riwayat penyakit
dahulu : Hepatitis, penyakit hati menahun, alkoholisme, penyakit lambung,
pemakaian obat-obat ulserogenik dan penyakit darah seperti leukemia dan
lain-lain.
2)
Pada perdarahan
karena pecahnya varises esofagus, tidak ditemukan keluhan nyeri atau pedih di
daerah epigastrium.
3)
Tanda –gejala
hematomesis dan melena timbul mendadak
4)
Tanyakan perkiraan
jumlah darah misalnya satu gelas, dua gelas atau lainnya.
2. Pemeriksaan Fisik
1)
Keadaan umum
2)
Kesadaran
3)
Nadi, tekanan darah
4)
Tanda-tanda anemia
5)
Gejala hipovolemia
6)
Tanda-tanda
hipertensi portal dan sirosis hati : spider nevi, ginekomasti, eritema
palmaris, capit medusae, adanya kolateral, asites, hepatosplenomegali dan edema
tungkai.
3. Laboratorium
1)
Hitung darh lengkap :
penurunan Hb, Ht, peningkatan leukosit.
2)
Elektrolit :
penurunan kalium serum, peningkatan natrium, glukosa serum dan laktat.
3)
Profil hematologi :
perpanjangan masa protrombin, tromboplastin
4)
Gas darah arteri :
alkalasis respiratori, hipoksemia
4. Pemeriksaan Radiologis
1)
Dilakukan dengan
pemeriksaan esoesopagogram untuk daerah esofagus dan double contrast untuk
lambung dan duodenum. Pemeriksaan tersebut dilakuakan pada berbagai posisi
terutama pada 1/3 distal esofagus , kardia dan fundus lambunguntuk mencari ada
tidaknya varises, sedini mungkin setelah hematemesis berhenti.
5. Pemeriksaan Endoskopi
1)
Untuk menentukan asal
dan sumber perdarahan
2)
Keuntungan lain dapat
diambil foto, aspirasi cairan dan biopsi untuk pemeriksaan sitopatologik.
3)
Dilakukan sedini
mungkin setelah hematemesis berhenti.
B. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan
aliran intrvena
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
(kehilangan secara aktif)
c. Resiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan
hipovolemik karena perdarahan
d. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
informasi tentang penyakit
C. Intervensi Keperawatan
a. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan
aliran intravena
Tujuan : pasien tidak akan mengalami infeksi nosokomial.
Intervensi :
1)
Pantau adanya
distensi abdomen
2)
Baringkan pasien pada
bagian kepala tempat tidur yang ditinggikan jika segalanya memungkinkan.
3)
Pertahankan fungsi
dan patensi NGT dengan tepat.
4)
Atasi segera mual
5)
Pertahankan
kestabilan selang intravena
6)
Ukur suhu tubuh
setiap jam
7)
Pantau sistem
intravena terhadap patensi, infiltrasi, dan tanda-tanda infeksi.
8)
Ganti letak intravena
setiap 48-72 jam jika perli.
9)
Ganti larutan
intravena sedikitnya tiap 24 jam
10) Gunakan teknik aseptik untuk saat mengganti balutan
dan selang. Pertahankan balutan bersih dan steril
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
(kehilangan secara aktif)
Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi.
Intervensi :
1)
Catat karakteristik
muntah dan/ atau drainase
2)
Awasi tanda vital
bandingkan dengan hasil yang normal klien sebelumnya.
3)
Catat respon
fisiologis individual pasien terhadap perdarahan, misalnya perubahan mental,
kelemahan, gelisah, ansietas, pucat, berkeringat, takipnea, peningkatan suhu
4)
Awasi masukan dan
haluaran dan hubungkan dengan perubahan berat badan, ukur kehilangan darah/
cairan melalui muntah atau defekasi.
5)
Pertahankan tirah
baring mencegah muntah dan tegangan pada saat defekasi. Jadwalkan aktivitas
untuk memberikan periode istirahat tanpa gangguan . hilangkan rangsangan
berbahaya.
6)
Berikan posisi semi
fowler pada saat pemberian antasida
7)
Kolaborasi : berikan
cairan darah sesuai indikasi, berikan obat anti biotik sesuai indikasi, awasi
pemeriksaan laboratorium : misalnya Hb/Ht.
c. Resiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan
hipovolemik karena perdarahan.
Tujuan : resiko gangguan perfusi jaringan tidak
terjadi
Intervensi :
1)
Selidiki perubahan
tingkat kesadaran, keluhan pusing/ sakit kepala
2)
Auskultasi nadi
apikal. Awasi kecepatan jantung/irama bila EKG kontinu ada.
3)
Kaji kulit terhadap
dingin, pucat, berkeringat, pengisian kapiler lambat dan nadi perifer lemah.
4)
Catat laporan nyeri
abdomen, khususnya tiba-tiba nyeri hebatatau nyeri menyebar ke bahu
5)
Observasi kulit :
pucat, kemerahan, ubah posisi dengan sering
6)
Kolaborasi : berikan
oksigen tambahan sesuai indikasi, berikan cairan IV sesuai indikasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Colic
abdomen adalah suatu rasa nyeri yang
tejadi secara akut maupun kronik yang intensitasnya hilang datang karna ada permasalahan
pada organ didalam perut.
2.
Colic
abdomen umumnya terjadi akibat peradangan atau infeksi , apabila hal ini tidak
teratasi dengan cepat maka akan berakibat fatal dan dapat mengganggu system
pencernaan serta metabolisme pada tubuh manusia.
3.
Diagnose
yang sering muncul antara lain nyeri akut, ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh dan ansietas.
4.
Perdarahan saluran cerna yaitu perdarahan yang bisa
terjadi dimana saja di sepanjang saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai
anus. Bisa berupa ditemukannya darah dalam tinja atau muntah darah,tetapi
gejala bisa juga tersembunyi dan hanya bisa diketahui melalui pemeriksaan
tertentu.
B. Saran
Diharapkan kepada semua mahasiswa agar dapat
mampu memahami mengenai colik abdomen dan perdarahan saluran cerna pada kasus
gawat darurat, dimana pada kasus gawat darurat memerlukan tindakan segera dimana
pasien berada dalam ancaman kematian.
DAFTAR
PUSTAKA
H. Slamet Suyono. Prof. Dr. SpPD. KE., 2001.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II, FKUI Jakarta.
Marllyn E. Doenges dkk, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3,
Jakarta
Reeves, Charlene J et al. 2008. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko
Setyono. Ed. I. Jakarta : Salemba Medika.
Nettina, Sandra
M. 2010. Pedoman Praktik Keperawatan.
Alih bahasa Setiawan
dkk. Ed. 1. Jakarta:EGC.
Azzam, Rohman. 2009. Perdarahan gastrointestinal hematemesis dan melena
karena
pecahnya varises esophagus.
http://askep.blogdetik.com/2009/01/14/perdarahan-gastrointestinal-hematemisis-dan-melena-karena-pecahnya-varises-esopagus/.
(diakses pada tanggal 4 februari 2017).
Doenges, Marylin E, et. al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman
Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien (3rd ed.).
Jakarta:EGC.
EmoticonEmoticon