BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Penyakit jantung kongenital atau
penyakit jantung bawaan adalah sekumpulan malformasi struktur jantung atau
pembuluh darah besar yang telah ada sejak lahir. Penyakit jantung bawaan yang
kompleks terutama ditemukan pada bayi dan anak. Apabila tidak dioperasi,
kebanyakan akan meninggal waktu bayi. Apabila penyakit jantung bawaan ditemukan
pada orang dewasa, hal ini menunjukkan bahwa pasien tersebut mampu melalui
seleksi alam, atau telah mengalami tindakan operasi dini pada usia muda.
Patent Duktus Arterosus merupakan
penyakit jantung sianotik yang paling banyak ditemukan dimana PDA menempati
urutan ke Tiga penyakit jantung bawaan pada anak setelah defek septum ventrikel
dan defek septum atrium,atau lebih kurang 10-15 % dari seluruh penyakit jantung
bawaan, diantara penyakit jantung bawaan sianotik PDA merupakan 2/3 nya. PDA
merupakan penyakit jantung bawaan yang paling sering ditemukan yang ditandai
dengan sianosis sentral akibat adanya pirau kanan ke kiri. Di RSU Dr. Soetomo
sebagian besar pasien PDA didapat diatas 5 tahun dan prevalensi menurun setelah
berumur 10 tahun. Dari banyaknya kasus kelainan jantung serta kegawatan yang
ditimbulkan akibat kelainan jantung bawaan ini, maka sebagai seorang perawat
dituntut untuk mampu mengenali tanda kegawatan dan mampu memberikan asuhan
keperawatan yang tepat.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit jantung bawaan adalah
penyakit struktural jantung dan pembuluh darah besar yang sudah terdapat sejak
lahir. Perlu diingatkan bahwa tidak semua penyakit jantung bawaan tersebut
dapat dideteksi segera setelah lahir, tidak jarang penyakit jantung bawaaan
baru bermanifestasi secara klinis setelah pasien berusia beberapa minggu,
beberapa bulan, bahkan beberapa tahun ( Markum, 1996).
Duktus Arteriosus adalah saluran yang
berasal dari arkus aorta ke VI pada janin yang menghubungkan arteri pulmonalis
dengan aorta desendens. Pada bayi normal duktus tersebut menutup secara
fungsional 10 – 15 jam setelah lahir dan secara anatomis menjadi ligamentum
arteriosum pada usia 2 – 3 minggu. Bila tidak menutup disebut Duktus Arteriosus
Persisten (Persistent Ductus Arteriosus : PDA). (Buku ajar kardiologi FKUI,
2001 ; 227)
Patent Duktus Arteriosus adalah
kegagalan menutupnya ductus arteriosus (arteri yang menghubungkan aorta dan
arteri pulmonal) pada minggu pertama kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya
darah dari aorta tang bertekanan tinggi ke arteri pulmonal yang bertekanan
rendah. (Suriadi, Rita Yuliani, 2001; 235)
Patent Duktus Arteriosus (PDA) adalah
tetap terbukanya duktus arteriosus setelah lahir, yang menyebabkan dialirkannya
darah secara langsung dari aorta (tekanan lebih tinggi) ke dalam arteri
pulmoner (tekanan lebih rendah). (Betz & Sowden, 2002 ; 375)
Lahir dengan kelainan bawaan yang
lain.
- Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
- Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
- Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
2.2 Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit jantung
bawaan belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang
diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit jantung
bawaan :
1. Faktor Prenatal :
• Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.
• Ibu alkoholisme, peminum obat penenang atau jamu
• Umur ibu lebih dari 40 tahun.
• Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.
2. Faktor Genetik :
2.3 Patofisiologi
Dalam keadaan normal darah akan
mengalir dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah.
Daerah yang bertekanan tinggi ialah jantung kiri sedangkan yang bertekanan
rendah adalah jantung kanan. Sistem sirkulasi paru mempunyai tahanan yang
rendah sedangkan sistem sirkulasi sistemik mempunyai tahanan yang tinggi.
Apabila terjadi hubungan antara rongga-rongga jantung yang bertekanan tinggi
dengan rongga-rongga jantung yang bertekanan rendah akan terjadi aliran darah
dari rongga jantung yang bertekanan tinggi ke rongga jantung yang bertekanan
rendah. Sebagai contoh adanya defek pada sekat ventrikel, maka akan terjadi
aliran darah dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan.
Kejadian ini disebut pirau (shunt)
kiri ke kanan. Sebaliknya pada obstruksi arteri pulmonalis dan defek septum
ventrikel tekanan rongga jantung kanan akan lebih tinggi dari tekanan rongga
jantung kiri sehingga darah dari ventrikel kanan yang miskin akan oksigen
mengalir melalui defek tersebut ke ventrikel kiri yang kaya akan oksigen,
keadaan ini disebut dengan pirau (shunt) kanan ke kiri yang dapat berakibat
kurangnya kadar oksigen pada sirkulasi sistemik. Kadar oksigen yang terlalu
rendah akan menyebabkan sianosis. Kelainan jantung bawaan pada umumnya dapat
menyebabkan hal-hal sebagai berikut:
1. Peningkatan kerja jantung, dengan
gejala: kardiomegali, hipertrofi, takhikardia
2. Curah jantung yang rendah, dengan
gejala: gangguan pertumbuhan, intoleransi terhadap aktivitas.
3. Hipertensi pulmonal, dengan gejala:
dispnea, takhipnea
4. Penurunan saturasi oksigen arteri,
dengan gejala: polisitemia, asidosis, sianosis.
Peningkatan kebutuhan ventilator
(sehubungan dengan masalah paru):
- Hipoksemia
- Retraksi dada
- Nasal flaring
- Apnea, Tachypnea
- Infeksi saluran nafas berulang, mudah lelah
- Resiko endokarditis dan obstruksi pembuluh darah pulmonal.
- Takhikardia (denyut apeks lebih dari 170), ujung jari hiperemik
- Tekanan nadi besar (water hammer pulses) / Nadi menonjol dan meloncat-loncat, Tekanan nadi yang lebar (lebih dari 25 mm Hg)
- Terdengar bunyi mur-mur persisten (sistolik, kemudian menetap, paling nyata terdengar di tepi sternum kiri atas)
- Kadang-kadang terdapat tanda-tanda gagal jantung
2.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis PDA pada bayi
prematur sering disamarkan oleh masalah-masalah lain yang berhubungan dengan
prematur (misalnya sindrom gawat nafas). Tanda-tanda kelebihan beban ventrikel
tidak terlihat selama 4 – 6 jam sesudah lahir. Bayi dengan PDA kecil mungkin
asimptomatik, bayi dengan PDA lebih besar dapat menunjukkan tanda-tanda gagal
jantung kongestif (CHF)
2.5 Klasifikasi
Dasar kelainan fungsi sirkulasi yang
terjadi, yaitu:
1. Penyakit jantung bawaan non-sianotik:
a. Dengan vaskularisasi paru normal: stenosis aorta, stenosis pulmonal,
koarktasio aorta, kardiomiopati.
b. Dengan vaskularisasi paru
bertambah: defek septum atrium, defek atrioventrikularis, defek septum
ventrikel, duktus arteriosus persisten, anomaly drainase vena pulmonalis
parsial.
2. Penyakit jantung bawaan sianotik:
a. Dengan vaskularisasi paru bertambah: transposisi arteri besar tanpa
stenosis pulmonal, double outlet right ventricle tanpa stenosis pulmonal,
trunkus arteriosus persisten, ventrikel tunggal tanpa stenosis pulmonal,
anomaly total drainase vena pulmonalis.
b. Dengan vaskularisasi paru berkurang: stenosis pulmonal berat pada
neonates, tetralogi Fallot, atresia pulmonal, atresia tricuspid, anomaly
Ebstein.
2.6 Komplikasi
• Endokarditis, Obstruksi pembuluh darah pulmonal, CHF, Hepatomegali,
Enterokolitis nekrosis, Gangguan paru yang terjadi bersamaan, Perdarahan
gastrointestinal (GI), penurunan jumlah trombosit, Hiperkalemia, Aritmia, Gagal
tumbuh
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
• Radiologi: foto rontgen dada
hampir selalu terdapat kardiomegali.
• Elektrokardiografi/EKG, menunjukkan adanya gangguan konduksi pada
ventrikel kanan dengan aksis QRS bidang frontal lebih dari 90°.
• Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk mengevaluasi
aliran darah dan arahnya.
• Ekokardiografi, bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada PDA kecil
tidak ada abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih besar.
sangat menentukan dalam diagnosis anatomik.
• Kateterisasi jantung untuk menentukan resistensi vaskuler paru
2.9 Penatalaksanaan Medis
• Penatalaksanaan Konservatif : Restriksi
cairan dan bemberian obat-obatan : Furosemid (lasix) diberikan bersama
restriksi cairan untuk meningkatkan diuresis dan mengurangi efek kelebihan
beban kardiovaskular, Pemberian indomethacin (inhibitor prostaglandin) untuk
mempermudah penutupan duktus, pemberian antibiotik profilaktik untuk mencegah
endokarditis bakterial.
• Pembedahan : Operasi penutupan
defek, Pemotongan atau pengikatan duktus.
• dianjurkan saat berusia 5-10 tahun
• Obat vasodilator, obat antagonis
kalsium untuk membantu pada pasien dengan resistensi kapiler paru yang sangat
tinggi dan tidak dapat dioperasi.
• Pemotongan atau pengikatan duktus.
• Non pembedahan : Penutupan dengan
alat penutup dilakukan pada waktu kateterisasi jantung.
BAB III ASKEP ANAK DENGAN KELAINAN
JANTUNG BAWAAN
3.1 PENGKAJIAN
a. Data subyektif :
– Umur biasanya sering terjadi pada
primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun.
– Riwayat kesehatan ibu sekarang :
terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah,
penglihatan kabur.
– Riwayat kesehatan ibu sebelumnya :
penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM
– Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan
ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia
atau eklamsia sebelumnya
– Pola nutrisi : jenis makanan yang
dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan
– Psikososial spiritual : Emosi yang
tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril
untuk menghadapi resikonya.
b. Data Obyektif :
– Inspeksi : edema yang tidak hilang
dalam kurun waktu 24 jam
– Palpasi : untuk mengetahui TFU,
letak janin, lokasi edema
– Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk
mengetahui adanya fetal distress
– Perkusi : untuk mengetahui refleks
patella sebagai syarat pemberian SM ( jika refleks+)
– Pemeriksaan penunjang :
• Tanda vital diukur dalam posisi
terbaring, diukur 2 kali dengan interval 6 jam
• Laboratorium : protein uri dengan
kateter atau midstream ( biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2
pada skala kualitatif ), kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum
kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml
• Berat badan : peningkatannya lebih
dari 1 kg/minggu
• Tingkat kesadaran ; penurunan GCS
sebagai tanda adanya kelainan pada otak
• USG ; untuk mengetahui keadaan janin
• NST : untuk mengetahui kesejahteraan
janin
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan otak b/d
penurunan kardiak out put sekunder terhadap vasopasme pembuluh darah.
2. Resiko terjadi gawat janin intra
uteri (hipoksia) b/d penurunan suplay O2 dan nutrisi kejaringan plasenta
sekunderterhadap penurunan cardiac out put.
3. Kelebihan volum cairan b/d
kerusakan fungsi glumerolus sekunder terhadap penurunan cardiac out put
4. Gangguan pemenuhan ADL b/d
immobilisasi; kelemahan
5. Kurang pengetahuan mengenai
penatalaksanaan terapi dan perawatan b/d misinterpretasi informasi
6. Pola nafas tidak efektif b/d
penurunann ekspansi paru.
3.3 INTERVENSI
1. Gangguan perfusi jaringan otak b/d
penurunan kardiak out put sekunder terhadap vasopasme pembuluh darah: Tujuan :
Perfusi jaringan otak adekuat dan Tercapai secara optimal.
Intervensi :
1. Monitor perubahan atau gangguan
mental kontinu ( cemas bingung, letargi, pingsan)
2. Obsevasi adanya pucat, sianosis,
belang, kulit dingin/ lembab.
3. Kaji tanda Homan ( nyeri pada betis
dengan posisi dorsofleksi ) eritema, edema
4. Dorong latihan kaki aktif / pasif
5. Pantau pernafasan
6. Kaji fungsi GI, catat anoreksia,
penurunan bising usus, muntah/ mual, distaensi abdomen, kontipasi 7. Pantau
masukan dan perubahan keluaran
2. Resiko terjadi gawat janin intra
uteri (hipoksia) b/d penurunan suplay O2 dan nutrisi kejaringan plasenta
sekunderterhadap penurunan cardiac out put. Tujuan: Gawat janin tidak terjadi,
bayi Dapat dipertahankan sampai umur 37 minggu dan atau BBL ≥ 2500 g.
Intervensi:
1. Anjurkan penderita untuk tidur
miring ke kiri
2. Anjurkan pasien untuk melakukan ANC
secara teratur sesuai dengan masa kehamilan: – 1 x/bln pada trisemester I – 2
x/bln pada trisemester II – 1 x/minggu pada trisemester III
3. Pantau DJJ, kontraksi uterus/his
gerakan janin setiap hari
4. Motivasi pasien untuk meningkatkan
fase istirahat
3. Kelebihan volum cairan b/d
kerusakan fungsi glumerolus sekunder terhadap penurunan cardiac out put. Tujuan
: Kelebihan volume cairan teratasi.
Intervensi:
1. Auskultasi bunyi nafas akan adanya
krekels.
2. Catat adanya DVJ, adanya edema
dependen
3. Ukur masukan atau keluaran, catat
penurunan pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung keseimbangan cairan.
4. Pertahankan pemasukan total cairan
2000 cc/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.
5. Berikan diet rendah natrium atau
garam.
4. Gangguan pemenuhan ADL b/d
immobilisasi; kelemahan Tujuan : ADL dan kebutuhan beraktifitas pasien
terpenuhi secara adekuat.
Intervensi:
1. Kaji toleransi pasien terhadap
aktifitas menggunakn termometer berikut : nadi 20/m diatas frekuensi nadi
istirahat, catat peningkatan tekanan darah, Dispenia, nyeri dada, kelelahan
berat, kelemahan, berkeringat, pusing atau pingsang.
2. Tingakat istirahat, batasi
aktifitas pada dasar nyeri atau respon hemodinamik, berikan aktifitas senggang
yang tidak berat.
3. Kaji kesiapan untuk meningkatkan
aktifitas contao ; penurunan kelemahan dan kelelahan, tekanan darah stabil,
peningkatan perhatian pada aktifitas dan perawatan diri.
4. Dorong memjukan aktifitas atau
toleransi perawatan diri.
5. Anjurkan keluarga untuk membantu
pemenuhan kebutuhan ADL pasienn.
6. Anjurakan pasiien menghindari
peningkatan tekanan abdomen, mengejan saat defekasi.
7. Jelasakn pola peningkatan bertahap
dari aktifitas, contoh : posisi duduk diatas tempat tidur bila tidak ada pusing
dan nyeri, bangun dari tempat tidur, belajar berdiri dst.
5. Kurang pengetahuan mengenai
penatalaksanaan terapi dan perawatan b/d misinterpretasi informasi Tujuan :
Kebutuhan pengetahuan terpenuhi secara adekuat.
Intervensi :
1. Identifikasi dan ketahui persepsi
pasien terhadap ancaman atau situasi. Dorong mengekspresikan dan jangan menolak
perasaan marah, takut dll.
2. Mempertahankan kepercayaan pasien (
tanpa adanya keyakinan yang salah )
3. Terima tapi jangan beri penguatan
terhadap penolakan
4. Orientasikan klien atau keluarga
terhadap prosedur rutin dan aktifitas, tingkatkan partisipasi bila mungkin.
5. Jawab pertanyaan dengan nyata dan
jujur, berikan informasi yang konsisten, ulangi bila perlu. 6. Dorong
kemandirian, perawatan diri, libatkan keluarga secara aktif dalam perawatan.
6. Pola nafas tidak efektif b/d
penurunann ekspansi paru. Tujuan : Pola nafas yang efektif. Intervensi:
1. Pantau tingkat pernafasan dan suara
nafas.
2. Atur posisi fowler atau semi
fowler.
3. Sediakan perlengkapan penghisapan
atau penambahan aliran udara.
4. Berikan obat sesuai petunjuk.
5. Sediakan oksigen tambahan.
BAB IV PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Penyakit
jantung kongenital atau penyakit jantung bawaan adalah sekumpulan malformasi
struktur jantung atau pembuluh darah besar yang telah ada sejak lahir. Penyakit
jantung bawaan yang kompleks terutama ditemukan pada bayi dan anak. Apabila
tidak dioperasi, kebanyakan akan meninggal waktu bayi. Apabila penyakit jantung
bawaan ditemukan pada orang dewasa, hal ini menunjukkan bahwa pasien tersebut
mampu melalui seleksi alam, atau telah mengalami tindakan operasi dini pada
usia muda.
Penyebab
terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti, tetapi
ada beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain : Faktor Prenatal dan factor
genetic. Penyakit jantung bawaan dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Penyakit jantung bawaan
non-sianotik:
2.
Penyakit jantung bawaan sianotik: Penatalaksanaan meliputi : Pembedahan dan non
pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA
1. A.H Markum,1991,Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak,jilid 1, Jakarta ,Fakultas kedokteran UI
2. Sariadai, S.kp & Rita Yuliani,
S.kp. Asuhan Keperawatan Pada Anak. PT. Fajar interpratama. Jakarta
3. Carpenito J.Lynda,2001,Diagnosa
Keperawatan,edisi 8,Jakarta,EGC
4. Doengoes, Marylin E. (2000).
Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta 6. Ngastiah.1997.Perawatan Anak Sakit, Jakarta,EGC
EmoticonEmoticon