BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam
thypoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemis di Asia, Afrika, Amerika
latin, Karibia, Oceania dan jarang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa.
Demam thypoid
pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah,cenderung meningkat
dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah
tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Penyebabnya adalah kuman sallmonela
thypi atau sallmonela paratypi A, B dan C.
Penyakit
typhus abdominallis sangat cepat penularanya yaitu melalui kontak dengan
seseorang yang menderita penyakit typhus, kurangnya kebersihan pada minuman dan
makanan, susu dan tempat susu yang kurang kebersihannya menjadi tempat untuk
pembiakan bakteri salmonella, pembuangan kotoran yang tak memenuhi syarat dan
kondisi saniter yang tidak sehat menjadi faktor terbesar dalam penyebaran
penyakit typhus.
Dalam
masyarakat, penyakit ini dikenal dengan nama thypus, tetapi didalam dunia
kedokteran disebut dengan Typoid fever atau thypus abdominalis, karena pada
umumnya kuman menyerang usus, maka usus bisa jadi luka dan menyebabkan
pendarahan serta bisa mengakibatkan kebocoran usus.
2. Rumusan Masalah
1.
Bagaiamana Konsep Teori
Penyakit Thypoid ?
2.
Bagaimana Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Thypoid ?
3. Tujuan
1.
Tujuan umum :
Mahasiswa dapat mengetahui dan mencegah
terjadinya Demam Thypoid serta mengimplementasikan asuhan keperawatan demam
thypoid di lapangan.
2.
Tujuan khusus :
Mengetahui konsep medik dan
asuhan keperawatan pada penyakit Demam Thypoid
4. Manfaat Penulisan
1.
Diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan wawasan mahasiswa mengenai Konsep Teoritis Penyakit Thypoid.
2.
Diharapkan mahasiswa mendapatkan
pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan Penaykit Thypoid.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Teoritis
Penyakit Thypoid
1. Anatomi dan
Fisiologi Usus Halus
Usus halus atau usus
kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan
usus besar. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus usus dua belas jari
(duedenum), usus kosong (jejenum), dan usus penyerapan (ileum). Pada usus dua
belas jari terdapat muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
Usus halus merupakan saluran
berkelok-kelok yang panjangnya sekitar 6-8 meter, lebar 25 mm dengan banyak
lipatan yang disebut vili atau jenjot-jenjot. Vili ini berfungsi memperluas
permukaan usus halus yang berpengaruh terhadap penyerapan makanan.
Kimus yang berasal dari lambung
mengandung molekul-molekul pati yang telah dicernakan di mulut dan lambung,
molekul-molekul protein yang telah dicernakan di mulut dan lambung, molekul- molekul
lemak yang belum dicernakan serta zat-zat lain. Selama di usus halus, semua
molekul pati dicernakan lebih sempurna menjadi molekul-molekul glukosa.
Sementara itu molekul-molekul
protein dicerna menjadi molekul-molekul asam amino, dan semua molekul lemak
dicerna menjadi gliserol dan asam lemak. Pencernaan makanan yang terjadi di
usus halus lebih banyak bersifat kimiawi. Berbagai macam enzim diperlukan untuk
membantu proses pencernaan kimiawi ini. Hati, pankreas, dan kelenjar-kelenjar
yang terdapat di dalam dinding usus halus mampu menghasilkan getah pencernaan.
Getah ini bercampur dengan kimus di dalam usus halus. Getah pencernaan yang
berperan di usus halus ini berupa cairan empedu, getah pankreas, dan getah
usus.
a. Cairan
empedu
Cairan
empedu berwarna kuning kehijauan, 86% berupa air, dan tidak mengandung enzim.
Akan tetapi, mengandung mucin dan garam empedu yang berperan dalam pencernaan
makanan.
Empedu
mengalir dari hati melalui saluran empedu dan masik ke usus halus. Dalam proses
pencernaan ini, empedu berperan dalam proses pencernaan lemak, yaitu sebelum
lemak di cernakan, lemak harus bereaksi dengan empedu terlebih dahulu. Selain
itu, cairan empedu berfungsi menetralkan asam klorida dalam kimus, menghentikan
aktivitas pepsin pada protein,dan merangsang gerak peristaltik usus.
b. Getah
pankreas
Getah
pankreas dihasilkan di dalam organ pankreas. Pankreas ini berperan sebagai
kelenjar eksokrin yang menghasilkan getah pankreas ke dalam saluran pencernaan
dan sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon insulin. Hormon ini
dikeluarkan oleh sel-sel berbentuk pulau-pulau yang disebut pulau langerhans.
Insulin ini berfungsi menjaga gula darah agar tetap normal dan menjaga gula
darah agar tetap normal dan mencegah diabetes militus. Getah pankreas ini dari pankreas
mengalir melalui saluran pankreas masuk ke usus halus. Dalam pankreas terdapat
tida macam enzim, yaitu lipase yang membantu dalam pemecahan lemak, teipsin
membantu dalam pemecahan protein, dan amilase membantu dalam pemecahan pati.
c. Getah
usus
Pada
dinding usus halus banyak terdapat kelenjar yang mampu menghasilkan getah usus.
Getah usus mengandung enzim-enzim sebagai berikut.
1. Sukrase, berfungsi
membantu mempercepat proses pemecahan sukrosa menjadi galaktosa dan fruktosa.
2. Maltase,
berfungsi membantu mempercepat proses penecahan maltosa menjadi dua molekul
glukosa.
3. Laktase, berfungsi
membantu mempercepat proses pemecahan laktosa menjadi glukosa dan galaktosa.
4. Enzim peptidase, berfungsi
membantu mempercepat proses pemecahan peptida menjadi asam amino.
Monosakarida, asam amino,asam lemak, dan
gliserol hasil pencernaan terakhir di usus halus mulai diabsorbsi atau diserap
melalui dinding usus halus terutama di bagian jejenum dan ileum. Selain itu
vitamin dan mineral juga diserap. Vitamin-vitamin yang larut dalam lemak,
penyerapannya bersama dengan pelarutnya, sedangkan vitamin yang larut dalam air
penyerapannya dilakukan oleh jonjot usus.
2. Definisi
Typus abdominalis
adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi (Arif Mansjoer,2003),
selanjutnya menurut Arif Mansjoer (2003) Typus Abdominalis adalah penyakit
infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam
lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna, dan gangguan kesadaran.
Penyakit ini lebih banyak menyerang pada anak usia 12-13 tahun (70-80%), namun
juga banyak di jumpai pada usia 30- 40 tahun (10-20%) dan di atas usia 12 atau
13 tahun,yakni sebanyak 5-10%.
Muhammad
Ardiansyah (2012) Thypus Abdominalis adalah penyakit infeksi bakteri pada usus
halus menimbulkan gejala-gejala klinis yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi atau Salmonella Paratyphi A, B, C, menurut
Noer Saifoellah (2001) Thypus Abdominalis adalah penyakit infeksi usus halus
yang biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi klinis yang sama atau
menyebabkan enteritis akut.
Demam thypoid ( thypus abdominalis, enteric fever) adalah infeksi pada usus
yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan kuman Salmonella enterika, khususnya
varian-varian turunannya, yaitu Salmonella
typhi, Paratyphi A, Paratyphi B, dan Paratyphi C. Kuman-kuman tersebut
menyerang saluran pencernaan, terutama di perut dan usus. Typhus abdominalis
sendiri merupakan penyakit infeksi akut yang selalu ditemukan di masyarakat
(endemik) Indonesia. Penderitanya juga beragam, mulai dari usia balita,
anak-anak,dan dewasa (Suratum dan Lusianah,2010).
3. Etiologi
Etiologi Typus
Abdominalis adalah Salmonella Typhi,
Salmonella Paratyphi A, Salmonella Paratyphi B, Samonella Paratyphi C (
Arief Mansjoer,2003). Wujudnya berupa basil gram negatif, bergerak dengan
rambut getar, tidak berspora. Kuman ini dapat hidup baik sekali pada suhu tubuh
manusia maupun suhu yang lebih rendah
sedikit dan pH pertumbuhan 6-8 serta mati pada suhu 700 C
maupun oleh antiseptik. Sampai saat ini diketahui bahwa kuman ini hanya
menyerang manusia. Salmonella Typhi mempunyai
3 macam antigen yaitu :
a. Antigen
O = Ohno Hauch = Somatik antigen ( tidak menyebar)
b. Antigen
H = Hauch (menyebar),terdapat pada flagella dan bersifat termolabil.
c. Antigen
V1 = Kapsul : merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O
antigen terhadap fagositosis.
4. Patofisiologi
Kuman Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut
bersamaan dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh kuman, sebagian
kuman dimusnahkan oleh asam lambung sebagian lagi masuk ke usus halus dan
mencapai jaringan limfoid plak penyeri di ileum terminalis yang mengalami
hipertrofi. Bila terjadi komplikasi perdarahan dab perforasi intestinal, kuman
menembus lamina probia, masuk aliran
limfe dan mencapai kelenjar limfe
mesenterial dan masuk aliran darah melalui duktus torasikus. Salmonella typhi lain dapat mencapai hti melalui
sirkulasi portal dari usus. Salmonella
typhi bersarang di plak penyeri, limfa, hati, dan bagian- bagian lain
sistem retikuloendotelial. Endotoksin salmonella
typhi berperan dalam proses inflamasi lokal pada jaringan tempat kuman
tersebut berkembangbiak. Salmonella typhi
dan endotoksinya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen dan leukosit pada jaringan yang meradang,
sehingga terjadi demam (Arief Mansjoer,2003).
5. Manifestasi Klinis
Menurut Arif Mansjoer (2003), masa
inkubasi rata-rata 2 minggu, gejala yang timbul tiba-tiba atau
berangsur-angsur. Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore dan malam
hari (bersifat fenris remitont). Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot,
nyeri kepala, anoreksia,nyeri kepala,rasa tidak enak diperut, nyeri otot, mual,
batuk, epitaksis, obstipasi/diare. Pada minggu ke II gejala sudah jelas dapat
berupa demam, brakikardi, lidah yang khas (ptih, kotor, pinngirnya
hiperemi),hepatomegali,meteorismus dan penurunan kesadaran dari ringan sampai
berat, umumnya apatis (seolah-olah berkabut,Typhos
= kabut).
6. Pemeriksaan
Diagnostik
Biakan darah positif memastikan
demam Typhoid, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan demam Typhoid.
Biakan tinja positif menyokong diagnosis klinis demam Typhoid. Peningkatan
titer uji widal tes 4 kali lipat selama 2-3 minggu memastikan diagnosis demam
Typhoid. Reaksi widal tes tunggal dengan titer antibodi O 1/320 atau titer
antibodi H 1/640 menyokong diagnosis demam Thypoid pada pasien dengan gambaran
klinis yang khas. Pada beberapa pasien, uji widal tes tetap negatif pada
pemeriksaan ulang walaupun biakan darag positif (Arif Mansjoer, 2003).
1. Uji
widal
Uji widal adalah ssuatu reaksi
aglutinasi antara antigen dan antibody (aglutinin). Aglutinin yang spesifik
terhadap salmonella typhi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga
terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji
widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diatasi di
laboratirium. Tujuan dari uji widal ini adalah tidak menentukan adanay
aglutinin dalam serum klien yang di
sangka menderita typhoid akibat infeksi dan salmonella typhi, klien membuat
antibody atau aglutinin yaitu :
a. Aglutinin
O, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari tubuh kuman).
b. Aglutinin
H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
c. Aglutinin
V1, ynag dibuat karena rangsangan antigen V1 (berasal dari simpanan kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya O
maupun H sebesar 1a/50 pada akhir minggu I sudah mencurigakan, titer O 1/100
sudah sangat mencurigakan.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit typhoid
sampai saat ini dibagi menjadi tiga bagian (Bambang Setiyohadi,Aru W.Sudoyo,
Idrus Alwi, 2006), yaitu :
1. Istirahat
dan Perawatan
Tirah baring dan perawatan profesional
bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti
makanan, minuman, mandi, buang air kecil dan buang air besar akan membantu
mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan
tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. Psisi pasien perlu
diawasi untuk mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik serta hygiene
perorangan tetap, perlu diperhatikan dan dijaga.
2. Diet
Diet yang sesuai seperti jenis makanan
padat, lunak dan cair, cukup kalori dan tinggi protein seperti rendah serat
banyak mengkonsumsi vitamin C dan B kompleks. Pada penderita yang akut diberi
bubur saring setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim
dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
3. Pemberian
Antibiotik
a. Klorampenikol
b. Tiampenikol
c. Kotrimoksazol
d. Amoxcilin
dan Ampisilin
e. Sefalosporin
generasi ketiga
8. Kompliksi
Menurut (Arief Mansjoer,
2003),komplikasi demam Typhoid dapat dibagi dalam 2 bagian yaitu :
a. Komplikasi
Intestinal
1) Perdarahan
usus
2) Perforasi
usus
3) Ilius
paralitik
b. Komplikasi
ekstraintestinal
1) Komplikasi
kardiovaskular : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan, sepsis),miokarditis, trombosis, dan tromboflebitis.
2) Komplikasi
darah : anemia hemolitik,
trombositopenia, atau koagulasi intra
vaskular diseminata dan sindrom
uremia hemolitik.
3) Komplikasi
paru : Pneumoni, Emfisema, dan Pleuritis.
4) Komplikasi
hepar dan kandung kemih : Hepatitis dan
Kolelitiasis.
5) Komplikasi
ginjal : Glumerulonefritis, Pielonefritis
dan Perinefritis.
6) Komplikasi
tulang : Osteomielitis, Periostitis,
Spondilitis, dan Arthritis.
7) Komlikasi
neuropsikiatrik : Delirium, Meningitis,
Meningismus, Polyneuritis Perifer, Sindrom Gullain Barre, Psikosis,dan sindrom Katatonia.
B. Asuhan Keperawatan
Pada Penderita Typhoid
Berdasarkan tanda gejala penyakit
Typhoid, maka asuhan keperawatan yang prioritas ditegakkan adalah menurut
Suriadi (2001), berisikan tentang pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi, perencanaan pemulangan yaitu :
1.
Pengkajian
Riwayat
Keperawatan
Kaji gejala dan meningkatnya suhu tubuh,
terutama pada malam hari, nyeri kepala, lidah kotor, tidak ada nafsu makan,
epitaksis, penurunan kesadaran.
a) Data
biografi : nama, alamat, umur, status perkawinan, tanggal MRS, dignosa medis,
catatan kedatangan, keluarga yang dapat dihubungi.
b) Riwayat
kesehatan sekarang
Mengapa
pasien masuk ke Rumah Sakit dan apa keluhan utama pasien, sehingga dapat
ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
c) Riwayat
kesehatan dahulu
Apakah sudah pernah
sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.
d) Riwayat
kesehatan keluarga
Apakah ada dalam
keluarga pasien yang sakit seperti pasien.
e) Riwayat
psikososial
Intrapersonal :
perasaan yang dirasakan klien.
Interpersonal :
hubungan dengan orang lain.
f) Pola
fungsi kesehatan
1) Pola
nutrisi dan metabolisme :
Biasanya nafsu makan
klien perkurang karena terjadi gangguan pada usus halus.
2) Pola
istirahat dan tidur
Selama sakit pasien
merasa tidak bisa istirahat karena pasien merasakan sakit pada perutnya, mual,
muntah, kadang diare.
g) Pemeriksaan
fisik
1.) Kesadaran
dan keadaan umum pasien
Kesadaran pasien perlu
dikaji dari sadar-tidak sadar (composmentis-coma) untuk mengetahui berat
ringannya prognosis penyakit pasien.
2.) Tanda
– tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala-kaki
TD, Nadi, Respirasi,
Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien/kondisi pasien
dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dengan menggunakan
prinsip-prinsip inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Di samping itu juga
penimbangan BB untuk mengetahui adanya penimbangan BB untuk mengetahui adanya
penurunan BB karena peningkatan gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat
dihitung kebutuhan nutrisi yang di butuhkan.
2.
Diagnosa
Keperawatan
a.
Hipertermi berhubungan
dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, proses
infeksi.
b.
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak nafsu makan, mual, dan
kembung
c.
Reseko kurangnya volume
cairan berhubungan dengaan kurangnya intake cairan, dan peningkatan suhu tubuh
d.
Perubahan pessepsi
sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran.
e.
Kurangnya perawatan
diri berhubungan dengan istirahat total.
3.
Perencanaan
keperawatan
a.
Hipertermi berhubungan
dengan efek langsung dari siskulasi endotoksin pada hipotalamus.
Tujuan
:
Setelah
dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam diharapkan suhu dalam batas
normal
Kriteria
hasil :
1)
Suhu tubuh normal :
36,5 – 37,5
2)
Badan terasa hangat
3)
Pasien nampak rileks
Intervensi :
1)
Pantau suhu klien
R:
suhu 380C – 410C
2)
Pantau suhu lingkungan,
batasi atau tambahkan linen pada tempat tidur sesuai kebutuhan.
R
: Suhu ruangan atau jumlah selimut harus dirubah untuk mempertahankan suhu
mendekati normal.
3)
Berikan kompres mandi
hangat
R
: Dapat membantu mengurangi demam.
4)
Kolaborasi pemberian
anti piretik
R
: Untuk menurunkan demam.
b.
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbsi nutrien.
Tujuan
:
Setelah
dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria
hasil :
1)
Tidak ada mual dan
muntah
2)
Porsi makan dihabiskan
1 porsi
3)
Turgor kulit baik
4)
Pasien nampak bertenaga
5)
BB meningkat
Intervensi :
1)
Dorong tirah baring
R:menurunkan
kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan simpanan energi
2)
Anjurkan istirahat
sebelum makan
R:
menennangkan peristaltik dan meningkatkan energi untuk makan.
3)
Berikan kebersihan oral
R:
mulut yang bersih dapat menambahkan selera makan
4)
Sediakan makanan dan
fentilasi yang baik
R:
lingkungan yang menyenangkan menurunkan stress dan lebih kondusif untuk makan
5)
Jelaskan pentinnya
nutrisi yang ade kuat
R:
nutrisi yang ade kuat akan membantu proses penyembuhan
6)
Kolaborasi pemberian
nutrisi, terapi iv sesuai indikasi
R:
progam ini mengistirahatkan saluran gastrointestina semetara memberikan nutrisi
penting .
c.
Resiko tinggi kurang
volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder terhadap diare.
Kriteria
hasil:
1)
Membran mukosa lembab
2)
Turgor kulit baik
3)
Pengisian kapiler baik
4)
Tanda vital stabil
5)
Keseimbangan masukan
dan keluaran urine normal.
Intervensi:
1)
Awasi masukan dan
keluaran perkiraan kehilangan cairan yang tidak terlihat.
R
: Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan dan kontrol penyakit usus
juga merupakan pedoman untuk penggantian cairan.
2)
Obserfasi kulit kering
berlebihan dan membran mukosa, turgol kulit dan pengisian kapiler
R
: Menunjukan kehilangan cairan berlebihan atau dehidrasi
3)
Kaji tanda vital
R
: Demam menunjukan respon terhadap efek kehilangan cairan
4)
Pertahankan pembatasan
peroral, tirah baring
R
: Colon di istirahatkan untuk penyembuhan dan untuk penurunan kehilangan cairan
usus
5)
Kolaborasi untuk
pemberian cairan parental
R
: Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan penggantian cairan untuk
mempertahankan kehilangan
d.
Intoleransi aktifitas
berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap infeksi
akut.
Tujuan
: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan terjadi
toleransi aktifitas
Kriteria
hasil:
1)
Pasien mampu melakukan
kegiatan mandiri seperti makan, kekamar mandi.
2)
Pasien nampak rileks
Intervensi :
1)
Tingkatkan tirah baring
dan berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung.
R
: menyediakan energi yang digunakan untuk aktifitas
2)
Ubah posisi dengan
sering. Berikan perawatan kulit yang baik.
R
: meningkatkan fungsi pernapasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu
untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan.
3)
Tingkat kan aktifitas
sesuai toleransi.
R
: tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan karena keterbatasan aktifitas
yanga menggangu periode istirahat.
4)
Berikan aktifitas hiburan
yang tepat seperti nonton TV, dengan radio dan lain- lain
R
: meningkatkan relaksasi dan menghemat energi.
4.
Implementasi
Pelaksanaan tindakan atau implementasi adalah
pemberian tindakan keperawatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan rencan
tindakan yang telah disusun setiap tindakan keperawatan yang dilakukan dan
dicatat dalam pencatatan keperawatan agar tindakan keperawatan terhadap klien
berlanjut. Prinsip dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu cara
pendekatan kepada klien efektif, teknik komunikasi terapi serta penjelasan
untuk setiap tindakan yang diberikan kepada klien.
Dalam melakukan tindakan keperawatan menggunakan tiga
tahap yaitu independen, dependen, interdependen. Tindakan keperawatan secara
independen adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk dan
perintah dokter atau tenaga kesehatan lainnya, dependen adalah tindakan yang
sehubungan dengan tindakan pelaksanaan rencana tindakan medis dan interdependen
adalah tindakan keperawatan yang menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukan
suatu kerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya tenaga sosial, ahli
gizi dan dokter, keterampilan yang harus perawat punya dalam melaksanakan
tindakan keperawatan yaitu kongnitif dan sifat psikomotor.
5.
Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual
untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai
kemungkinan terjadi pada tahap evaluasi adalah masalah dapat diatasi, masalah
teratasi sebagian, masalah belum teratasi atau timbul masalah yang baru. Evaluasi
dilakukan yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil.
Evaluasi proses adalah yang
dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap tindakan. Sedangkan, evaluasi
hasil adalah evaluasi yang dilakukan pada akhir tindakan keperawatan secara
keseluruhan sesuai dengan waktu yang ada pada tujuan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Demam
thypoid ( thypus abdominalis, enteric
fever) adalah infeksi pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik
yang disebabkan kuman Salmonella enterika,
khususnya varian-varian turunannya, yaitu Salmonella
typhi, Paratyphi A, Paratyphi B, dan Paratyphi C. Kuman-kuman tersebut
menyerang saluran pencernaan, terutama di perut dan usus.
Tanda dan
gejalah :Minggu I Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan
malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia
dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
Dan pada Minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah
yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus,
penurunan kesadaran.
B. Saran
Dalam penyusun makalah ini sangat jauh dari
penyempurnaan maka saran,kritikal,idea dari mahasiswa atau mahasiswi yang
bersifat menambah dan membangun maka penulis sangat mengharapkan demi
penyempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Arief
Mansjoer.2003.Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta
: FKUI.
Nugroho,taufan.2011.Asuhan Keperawatan:maternitas, anak, bedah,
dan
penyakit
dalam.Yogyakarta
: Nuha Medika.
Saifoellah,Noer,dkk.2001.
Buku Ajar Penyakit Dalam. FKUI :
Jakarta.
Wijaya,Andra
Satferi dan Yessi Meriza Putri.2013.KMB
2.Yogyakarta : Nuha
Medika.
http://julismuharram.blogspot.co.id/
.2013.Muharam,Julis.Asuhan Keperawatan
Pada Demam Thypoid.( Di Akses pada
tanggal 28 September 2016 ).
https://moveamura.files.wordpress.com/2010/04/askep-pada-klien-dengan-thypoid.pdf
.( Di Akses pada tanggal 28 September 2016 ).
EmoticonEmoticon